Infrastruktur Kesehatan Dipacu, Agar Tak Tumbang Jika Ada Pandemi Baru

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan - Kontan
Ilustrasi. Gedung kantor pusat Kementerian Kesehatan RI di Jakarta. Selasa, 17 September 2024 | 06:00 WIB

Reporter: Dadan M. Ramdan

Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan di seluruh sektor kehidupan. Berbagai perubahan ini turut menuntut penyesuaian-penyesuaian yang tidak hanya pada aspek kesehatan, sosial maupun ekonomi namun juga perencanaan pembangunan yang berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.

Ada dua aktivitas yang menjadi pemicu lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia yakni adanya kerumunan masa terutama di acara keagamaan serta tingginya pergerakan masyarakat di hari libur. Yang mana dua aktivitas tersebut, turut menjadi penyebab terjadinya lonjakan kasus Covid-19 pada periode sebelumnya.

Keadaan bisa menjadi semakin sulit manakala tingginya interaksi dan mobilitas antar masyarakat tersebut tidak diikuti dengan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan ketat seperti memakai masker dan mencuci tangan. Penularan antar manusia akan menjadi sangat mudah, mengingat Covid-19 dapat menular dengan sangat cepat melalui percikan droplet baik saat berbicara, batuk maupun bersin.

Yang terang, hampir semua negara di dunia merasakan dampak dari pandemi Covid-19, tidak terkecuali Indonesia. Pandemi tidak hanya merontokan sendi-sendi ekonomi, tapi merengut ratusan ribu korban meninggal dengan hampir 6,7 juta kasus terkonfirmasi positif Covid-19.

Lantas, bagaimana kesiap-siagaan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan dalam menghadapi potensi ancaman pandemi baru di masa mendatang? 

Untuk mengetahui bagaimana kondisi infrastruktur kesehatan terkini dan pengembangannya ke depan, Tim Jelajah Ekonomi KONTAN berbincang dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono baru-baru ini. 

Sejatinya, Kemenkes terus meningkatkan kesiap-siagaan dalam menghadapi ancaman pandemi berikutnya dengan terus meningkatkan kemampuan deteksi, prevensi, dan respon terhadap penyakit dan faktor risiko kesehatan berpotensi wabah atau pandemi, baik di pintu masuk negara maupun di wilayah, sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan kesehatan bangsa.

"Sistem surveilans penyakit potensi KLB/Wabah dan faktor risiko kesehatan terus ditingkatkan termasuk dengan penerapan surveilans berbasis masyarakat, peningkatan kekebalan/ herd immunity pada masyarakat terhadap penyakit menular tertentu," kata Dande. 

Menurut Wamenkes, pendekatan tersebut dijalankan melalui imunisasi, peningkatan dan penguatan kapasitas deteksi penyakit dan/ atau faktor risiko kesehatan, respon cepat dan adekuat terhadap ancaman KLB/ wabah, penyiapan sumber daya, logistik, sarana dan prasarana.

"Kemenkes juga menyiapkan tenaga kesehatan dan non kesehatan yang dapat dimobilisasi saat darurat melalui program Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK)," sebutnya.

Dante menjelaskan, program ini memberikan pembinaan kepada para TCK melalui serangkaian pelatihan. Tujuannya, agar para TCK memiliki kemampuan dan kompetensi yang mumpuni jika sewaktu-waktu dimobilisasi untuk merespon situasi darurat. "Sampai dengan 15 Agustus 2024, telah tergabung dalam dashboard TCK sejumlah 17.103 tenaga kesehatan dan non kesehatan, dan 587 Emergency Medical Team (EMT)," sebutnya. 

Yang terang, Kemenkes terus berkolaborasi dengan lintas sektor terkait lainnya seperti BNPB, TNI/POLRI, Kemenhan, Kemendagri, Kemendikbud, Kementerian Perhubungan, Badan Karantina Indonesia, Kementerian Keuangan, KemenkumHAM, para ahli, akademisi, dan organisasi profesi, Organisasi Kesehatan Dunia dan NGO terkait lainnya, serta segenap lapisan masyarakat.

Mengenai fasilitas rumah sakit dan turunannya, Dante menyebutkan dalam 10 tahun terakhir, Kemenkes memiliki enam rumah sakit. Perinciannya, satu rumah sakit vertikal di Ambon, RSUP dr J Leimena yang dibangun pada tahun 2018-2018; satu rumah sakit vertikal di Kupang, NTT (RSUP dr Ben Mbo dibangun 2020-2022); dua rumah sakit vertikal di Surabaya dan Makassar (RSUP Surabaya-RSUP Makassar-2022-2024); dan satu rumah sakit vertikal di Papua (RSUP Papua, 2023-2024). Pada tahun 2025, Kemenkes berencana membangun satu rumah sakit vertikal di Riau (RSUP Riau).

Untuk Puskesmas, tercatat  86 Puskesmas total dengan 2.500 Puskesmas pembantu. "Pada tahun depan, Kemenkes merencanakan  pembangunan 86 Puskesmas baru, pembangunan 975 puskesmas pembantu dan 457 renovasi puskesmas," papar Wamenkes. 

Dalam perkembangannya, Kemenkes melaporkan sebanyak 34% Puskesmas dengan ketersediaan peralatannya yang cukup, dan sisanya sedang dalam proses pemenuhan peralatan. Khusus untuk RS, pengembangan layanan KJSU-KIA sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan akan dikembangkan sampai tahun 2027 dimana proses pengembangan tersebut berdasarkan strata pelayanan mulai dari madya, utama dan paripurna.

Adapun kelengkapan peralatan kesehatan untuk alat strata madya (kab/kota) diantaranya echocardiografi, cathlab, CT scan 64 slice, mammografi, cytotoxic drug cabinet, imunohistokimia set, set endourologi basic, USG doppler. Sedangkan pada alat strata utama (provinsi) tersedia alat IVUS/OCT, FFR, IABP, Heart Lung Machine, atherectomy, CT Scan 128 slice, C-arm, Laser Holmium, ESWL, Linac, Brachitherapy, CT simulator, SPECT CT.

Setali tiga uang. Kemenkes juga terus mengupayakan penambahan jumlah laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas). Dalam periode 2024-2024 diproyeksikan sebanyak 100  gedung labkesmas. Pada tahun ini, sedang berlangsung proses pembangunan 26 gedung labkesmas di sejumlah kabupaten/kota. "Di tahun 2025 akan dibangun 79 gedung laboratorium kesehatan masyarakat baik di kabupaten/kota maupun di provinsi," imbuh Dante.

Selain infrastruktur fisik rumah sakit dan peralatan kesehatan atau media, ketersediaan tenaga kesehatan juga menjadi fokus perhatian pemerintah dalam mewujudkan ketahanan kesehatan nasional dari ancaman pandemi baru.

Dante bilang, untuk dokter perlu dilakukan penambahan produksi yang tentunya harus diimbangi dengan pengaturan distribusi dokter. Untuk perawat dapat dilihat supply yang ada sudah dapat memenuhi demand layanan kesehatan. Sehingga, dapat dibuat alternatif kebijakan untuk meningkatkan pendayagunaan perawat melalui upskill agar memenuhi layanan kesehatan yang harusnya dikerjakan oleh nakes lain (task shifting) "Jumlah lulusan dokter diperkirakan 12.000 per tahun dan lulusan perawat sekitar 40.000 per tahun," ujarnya. 

Berdasarkan perhitungan proyeksi kebutuhan melalui pendekatan wilayah dengan metode demand yang memperhatikan pola/prevalensi penyakit di tiap wilayah, pada tahun 2024 didapatkan supply dokter 161.736 (0.57 per 1000 penduduk) dengan kebutuhan dokter sebanyak 196.493 orang (0.7 per 1000 penduduk).  Adapun supply perawat sebanyak 592.134 orang (2.1 per 1.000 penduduk) dengan kebutuhan 589.829 orang (2.1 per 1.000 penduduk).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble