KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Sejuta Rumah (PSR) merupakan salah satu program unggulan era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Program yang dimulai pada tahun 2015 itu, dinilai masih menyisakan segudang pekerjaan rumah.
Chief Executive Officer Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menyebut, PSR masih belum tercapai. Sebab, dari target 1 juta unit per tahun, hanya tercapai 60%-70% dan itu termasuk pembangunan rumah dinas, rumah umum, dan swasdaya. "Dengan demikian, tidak mengurangi backlog," ucapnya kepada KONTAN, Kamis (12/9).
Ali menambahkan, masalah pembiayaan dan anggaran yang terbatas sektor perumahan masih jadi kendala dalam program tersebut. Dia bilang porsi anggaran perumahan hanya 1%, dibandingkan kesehatan 5%-6% dan pendidikan 20%.
Mengenai kabar ada unit di perumahan subsidi yang tak dihuni, Ali mengatakan tidak terhuni bukan berarti selalu salah sasaran, banyak faktor yang memengaruhi. Misalnya, lokasi yang jauh dari transportasi umum. "Dengan demikian, penghuni harus tambah biaya yang akhirnya kembali sewa di lokasi dekat tempat kerja," katanya.
Oleh karena itu, Ali mengatakan Kementerian PUPR harus melakukan sejumlah perbaikan, termasuk lokasi rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus terintegrasi dengan transportasi umum.
Adapun Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat menyebut, berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga saat ini PSR sudah terbangun sekitar 70% dari target. Unit rumah juga banyak terjual untuk MBR. Namun syarifah menekankan, kebutuhan hunian terus meningkat eksponensial, sedangkan daya beli masyarakat saat ini melemah.
Dengan demikian, ke depannya diperlukan intervensi lebih dari pemerintah untuk mempersiapkan strategi pembiayaan yang lebih terjangkau, dan penyediaan hunian sesuai dengan profil konsumen, sesuai angka backlog.
Sumbang saran pun meluncur dari pengamat properti Aleviery Akbar. Menurut dia, ada sejumlah permasalahan yang harus segera diatasi pemerintah dalam hal PSR. Salah satunya, yakni ketersediaan lahan, infrastruktur, serta kerja sama dengan pihak developer/pengembang swasta harus ditambah dan lebih ditingkatkan lagi.
Akbar menerangkan indikasi perumahan yang tidak dihuni/terbengkalai artinya memang ada kesalahan lokasi atau pemberian pembiayaan kepada masyarakat yang tidak tepat sasaran. Misalnya, pekerja yang rumahnya berlokasi jauh dari tempatnya bekerja, sehingga harus menambah lagi biaya transportasi. Dibutuhkan profiling calon pembeli yang berhak mendapatkan rumah sehingga bisa tepat sasaran.
Plt. Direktur Utama merangkap Direktur Keuangan & Manajemen Risiko PT HK Realtindo, Juni Iranto mencatat bahwa aspek pemilihan lokasi, sebagai pertimbangan yang penting dalam menyusun rencana pengembangan hunian segmen MBR. “Salah satunya juga memang kalau MBR itu harga tanah segala macam memang harus bersaing gitu kan, tinggal kebetulan kami juga punya land bank yang secara hitung-hitungan masih bisa masuk, kita coba masuk juga ke situ sebagai bentuk peran serta BUMN di sektor agent of development,” tutur Juni saat ditemui KONTAN di salah satu proyek hunian komersial HKR yang berlokasi di Sawangan, Depok (3/9/2024).
Untungnya, HK Realtindo memiliki bank tanah alias land bank yang secara hitung-hitungan bisnis masih mungkin dikerjasamakan untuk pengembangan rumah MBR. Lokasinya di Serang, Banten, seluas 19 hektare (ha).
Makanya, HKR tengah menimbang rencana menggarap hunian segmen MBR di sana. Prosesnya bertahap dan hati-hati. Kalau jadi direalisasi, rencananya HKR bakal eksekusi pengembangan perumahan MBR di lahan seluas 2,5 ha dahulu. Luas tersebut, menurut perkiraan kasar Juni, diestimasi bisa untuk menampung sekitar 200 unit rumah MBR.
“Jadi memang kita coba alokasikan sebagian tanahnya, kita coba dulu lah yang di 2,5 ha dulu untuk pengembangan FLPP gitu. Kalau memang ada marketnya bagus segala macam, ya kita coba masuk lagi,” tutur Juni.
Pentingnya pemilihan lokasi dengan harga tanah yang terjangkau dalam pengembangan hunian MBR juga diamini oleh Direktur PT Nusantara Almazia Tbk (NZIA), Nur Anisa Nusuqi. Itu supaya biaya pengembangan rumah MBR ‘masuk’ secara hitungan keekonomian bisnis, meskipun harga jualnya dibatasi lewat peraturan.
“(Tetapi) efisiensi biaya (dalam proyek NZIA) tetap memerhatikan kualitas,” tegas Nur saat dihubungi KONTAN (12/9/2024).
Asal tahu, selain mencuil peluang dari segmen komersial, saat ini NZIA juga tengah mengembangkan hunian segmen MBR di Karawang. Namanya Perumahan Serasi Indah. Saat ini, unit yang ditawarkan dalam proyek tersebut dibanderol seharga Rp 166 juta.
“Izin yang disetujui untuk proyek kami total 60 ha dengan rumah sekitar 5.700 unit. Sampai dengan saat ini sudah terbangun dan terjual sekitar 1.000 unit,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News