REC PLN dan Upaya Mewujudkan Listrik Hijau di Industri Tanah Air

REC PLN dan Upaya Mewujudkan Listrik Hijau di Industri Tanah Air
Ilustrasi. PLN mengeluarkan sertifikat energi terbarukan alias Renewable Energi Certificate (REC) Kamis, 01 Agustus 2024 | 16:32 WIB

Reporter: Pulina Nityakanti

Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Listrik menjadi salah satu kebutuhan dasar di dunia industri. Demi mengupayakan net zero emission pada tahun 2060, dibutuhkan kerjasama antarpihak untuk menggencarkan penggunaan listrik hijau, termasuk pemerintah dan swasta.

Sebagai penyedia listrik utama di Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) turut mengupayakan transisi energi bersih. Upaya ini dilakukan lewat pemberian sertifikat energi terbarukan alias Renewable Energi Certificate (REC) kepada industri yang menggunakan listrik dari energi baru terbarukan (EBT) produksi PLN.

REC adalah instrumen yang merepresentasikan atribut terbarukan dari setiap megavolt per hour (MWh) listrik yang diproduksi oleh pembangkit energi terbarukan. Satu unit REC merepresentasikan satu MWh.

Sertifikat ini diterbitkan oleh sebuah sistem pelacakan elektronik yang mematikan bahwa REC yang telah digunakan oleh pemiliknya, tidak dapat diperjualbelikan lagi. Seluruh prosesnya pun telah diverifikasi dan memenuhi standar internasional.

Baca Juga: PLN Siap Suplai Listrik Hijau ke Sektor Industri di Indonesia

Atribut lingkungan yang melekat pada REC PLN, seperti atribut karbon, tidak dapat dijual dan digunakan di instrumen pasar lain. Sejumlah perusahaan pun sudah mengantongi  sertifikat listrik hijau ini.

PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) misalnya. Sertifikasi ini dikantongi oleh DMAS sejak tahun 2021 sebagai komitmen perusahaan dalam mengembangkan bisnis yang ramah lingkungan dan mendukung percepatan target net zero emission.

“Ini tercermin dari kawasan Greenland International Industrial Center (GIIC) milik perseroan. Tidak hanya itu, patroli keamanan di lingkungan DMAS juga sudah menggunakan mobil dan motor listrik,” kata Direktur dan Sekretaris Perusahaan DMAS, Tondy Suwanto, kepada Kontan.

Saat ini, ada berbagai tenant internasional yang tergabung di GIIC. Para tenant internasional itu ternyata sangat menghargai inisiatif DMAS memiliki REC PLN. Beberapa tenant pun juga sudah mulai daftar agar bisa dapat sertifikat serupa dari PLN.

“Kami juga memulai pembangunan Recycle Waste Water Treatment Plant. Nantinya, hasil air tersebut akan digunakan oleh beberapa tenant kami,” paparnya.

Tondy mengakui, sangat mudah prosesnya untuk mendapatkan REC PLN. Bahkan, PLN menyambut baik perusahaan yang mendaftar untuk bisa dapat REC.

Di sisi lain, REC PLN diakui tak berdampak secara langsung ke kinerja operasional dan keuangan perusahaan. Namun, DMAS melihat para investor asing sangat menghargai upaya perseroan untuk memiliki REC PLN.

“Diharapkan semua pemangku kepentingan peduli mengenai penerapan EBT, sehingga Indonesia dapat mencapai target net zero emission di tahun 2060 atau lebih awal,” ungkapnya.

Selain DMAS, ada juga PT Freeport Indonesia (PTFI) yang mengantongi REC PLN. Upaya ini dilakukan Freeport sebagai bentuk komitmen dalam mendukung program pemerintah terkait energi terbarukan dan energi bersih

Baca Juga: PLN Pasok Listrik Hijau 8.978 MWh ke Uniqlo Indonesia

“PTFI telah melakukan berbagai upaya dalam mengurangi emisi karbon. Kami juga mengadopsi penggunaan energi terbarukan untuk pembangkit listrik dalam operasi pertambangan dan pengolahan di wilayah Papua,” kata VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Katri Krisnati, kepada Kontan.

Selain itu, untuk operasi smelter, PTFI memanfaatkan kelebihan pasokan listrik di Jawa Timur dengan PLN sebagai penyedia energi listrik. 

Melalui program energi bersih yang dijalankan oleh PLN, PTFI berkepentingan untuk turut serta berpartisipasi sebagai offtaker.

“Sehingga, hal ini akan memperkuat komitmen PTFI dalam mendukung program pemerintah,” paparnya.

Selanjutnya, ada PT Astra International Tbk (ASII) yang memutuskan untuk mengantongi REC PLN. ASII mengaku, mempunyai target penurunan 30% emisi gas rumah kaca (GRK) scope 1 & 2 di tahun 2030 dari baseline tahun 2019. 

Dalam mencapai target ini, Astra melakukan berbagai program dekarbonisasi sesuai dengan hierarki pengendalian emisi. Di antaranya adalah melakukan efisiensi dan konservasi energi, menggunakan energi terbarukan dalam operasionalnya dengan cara memasang PLTS atap dan sejenisnya, dan menggunakan sertifikat energi terbarukan dari perusahaan penyedia listrik (Renewable Energy Certificate/REC). 

“Pembelian REC dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Grup Astra yang membutuhkan sertifikasi tersebut, tergantung dari profil emisi dan strategi dekarbonisasi masing-masing,” ujar Head of Corporate Communications Astra, Boy Kelana Soebroto, kepada Kontan.

Grup Astra melakukan pembelian REC dari PLN sejak tahun 2022. Ini diawali dengan sosialisasi mekanisme pembelian dan retirement REC ke grup. Kemudian, masing-masing anak perusahaan Astra melakukan proses pembelian REC melalui PLN di tiap-tiap wilayah.

Baca Juga: PLN Siap Suplai Energi Hijau 210 GWh ke Perusahaan H&M Group

Kendati demikian, REC PLN tetap memiliki keuntungan dan tantangan ke depan. Astra meyakini, keuntungan dari penggunaan sertifikat ini adalah menambah upaya dekarbonisasi dalam mencapai target penurunan emisi GRK 30% di tahun 2030, serta memperbanyak bauran energi terbarukan untuk mencapai target bauran energi terbarukan 50% di tahun 2030.

Sementara, tantangan ke depannya adalah kuota REC secara nasional dan risiko fluktuasi harga di masa mendatang.

“Dalam upaya percepatan penggunaan energi terbarukan di Indonesia, diharapkan juga ada penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan di Indonesia, seperti PLTA, PLTP, PLTB maupun PLTS dengan skala besar,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tag

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble