JAKARTA. Di tengah hiruk-pikuk pemukiman padat Jakarta, berdiri sebuah bangunan yang mencolok dengan warna putih yang mencerminkan kesederhanaan namun kokoh. Itulah Rumah Susun Barokah, proyek hunian empat lantai yang baru saja diresmikan beberapa bulan lalu. Dibangun melalui kerja sama antara Yayasan Buddha Tzu Chi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Rumah Susun Barokah membawa konsep baru yang belum pernah diimplementasikan sebelumnya di Indonesia: konsolidasi tanah vertikal.
Bangunan ini bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol harapan bagi sembilan keluarga yang kini menghuni unit-unitnya. Salah satunya adalah Sri Lestari yang tinggal di lantai dua bersama anak dan cucunya. Sebelumnya, Sri harus tinggal di rumah orang tua yang sempit, bertingkat, dengan luas yang hanya 3x2 meter per lantai. Kini, ia merasa lega dengan ruang yang lebih layak dan sehat, terutama bagi cucunya yang memiliki riwayat penyakit serius seperti hidrosefalus dan infeksi paru-paru. "Di sini udaranya lebih segar dan fasilitasnya lebih mendukung untuk kondisi cucu saya," ujarnya.
Rumah Susun Barokah dibangun dengan pendekatan inovatif. Setiap unitnya memiliki luas 18 meter persegi, yang jauh lebih besar dibandingkan rumah-rumah kecil yang ada di pemukiman sekitarnya. Bangunan ini memiliki total sembilan unit yang tersebar di tiga lantai, sementara lantai dasar difungsikan sebagai ruang interaksi bersama bagi masyarakat.
"Total ada ada sembilan kepala keluarga (KK) yang tinggal di sini,” ujar Pembina Rumah Susun Barokah, Kartiwo, yang juga tinggal di rumah susun bersama tersebut saat ditemui KONTAN (2/9/2024).
Namun, keistimewaan Rumah Susun Barokah bukan hanya pada konsep arsitekturalnya. Bangunan ini juga mengusung konsep kepemilikan yang mirip dengan apartemen, tetapi dengan perbedaan signifikan. Ada 11 dokumen legal yang melekat pada bangunan ini, termasuk Sertifikat Hak Milik (SHM) atas satuan rumah susun (sarusun), Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) bersama, dan Hak Pakai. Konsep ini dirancang agar para penghuni merasa memiliki rumah ini sebagai milik mereka sendiri, tanpa harus khawatir akan biaya sewa yang tinggi. Iuran yang dikenakan hanya untuk biaya operasional kolektif, seperti sampah, yang dikelola langsung oleh penghuni.
Kehadiran Rumah Susun Barokah adalah bagian dari Proyek Bebenah Kampung yang dijalankan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi sejak tahun 2006. Proyek ini bertujuan untuk memberikan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. "Kami ingin menciptakan lingkungan yang sehat, ekonomi yang stabil, dan keluarga yang berdaya," ungkap Marwan Yaumal Akbar, Staf Proyek Sosial Yayasan Buddha Tzu Chi.
Tahun ini, Yayasan Buddha Tzu Chi melanjutkan misinya dengan proyek bantuan hunian di Kamal Muara dan Tanah Tinggi, serta beberapa proyek lain di luar Jakarta seperti di Surakarta. Hingga kini, yayasan ini telah membangun lebih dari 1.400 rumah di seluruh Indonesia.
Rumah Susun Barokah menjadi bukti nyata bahwa melalui kolaborasi dan inovasi, hunian layak dan sehat dapat diwujudkan di tengah pemukiman padat kota besar seperti Jakarta. Di sinilah harapan baru mulai bersemi, menawarkan kesempatan bagi para penghuninya untuk hidup lebih layak dan sejahtera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News