KONTAN.CO.ID - CIKARANG. Ironi. Di saat pemerintah getol-getolnya menyukseskan program sejuta rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (BPR), malah banyak rumah subsidi yang terbengkalai tak berpenghuni. Dugaannya: salah sasaran.
Suasana gegap gempita menyelimuti peresmian proyek rumah subsidi untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Perumahan Villa Kencana Cikarang, 4 Mei 2017 silam. Tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang langsung meresmikannya.
Villa Kencana Cikarang dibangun oleh PT Arrayan Bekasi Development, anak usaha SPS Group. Perumahan ini merupakan bagian dari program sejuta rumah (PSR). Kali pertama diresmikan, harga satu unitnya dipatok Rp 112 juta-Rp 114 juta. Bunga cicilan yang hanya 5%, berlaku tetap hingga 20 tahun.
Peresmian oleh Jokowi, mendorong penjualan pengembang proyek Villa Kencana Cikarang. Hal ini dikonfirmasi oleh General Manager SPS Group, Tuti Mugiastuti. Seperti ditulis kontan.co.id pada 10 Februari 2018 silam. Hingga realisasi penjualan SPS Group yang secara total (termasuk proyek di luar Villa Kencana) mencapai 15.000 unit di sepanjang tahun 2017.
Sewindu berlalu, antusiasme itu meredup, meski diklaim unit habis terjual. Kondisi sebagian unit rumahnya, sebagaimana pantauan reportase KONTAN 3 September 2024, seolah tak berpenghuni: dinding-dinding sebagian unit keropos, bolong, dan hancur. Belum lagi rumput liar tumbuh di segala sisi.
Tak jarang juga genting beberapa rumah diselimuti tumbuhan yang masuk hingga ke dalam ruangan. Pada Blok I dan J, ditemukan saluran air yang menggenang dengan air yang tampak kehitaman.
Salah seorang penghuni Perumahan Villa Kencana yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku getol menyambangi halaman rumah tetangganya saban pagi, untuk menyiangi rumput-rumput liar. Kata sumber KONTAN itu, tetangganya jarang menempati rumah, karena bekerja di luar kota dan hanya datang sebulan sekali. "Kerjanya di Jakarta Timur. Kalau pulang ke sini, kejauhan," ujar warga tersebut saat ditemui KONTAN, Selasa (3/9).
Selain memiliki kondisi fisik yang tak terurus, sebagian unit juga sudah diberi label Lelang/Dijual dari sebuah bank BUMN. Alasannya karena kredit macet. "Kalau mau cari operan, ada banyak yang dilelang. Tapi jangan ambil yang di Blok I ke belakang. Kadang suka banjir," saran warga tersebut.
Ketika dimintai konfirmasi ihwal sebagian unit yang tak berpenghuni dan terawat, Koordinator Marketing Villa Kencana Cikarang, Riko Mario menerangkan, perumahan tersebut terdiri dari tiga tahap pembangunan. Secara total, kata Rico, ada 9.000 unit yang dibangun dan semua sudah habis terjual.
Dari total 9.000 unit pembangunan tahap 1 sampai 3, Riko mengungkapkan setidaknya 80% sudah ditempati oleh pemilik. Dia mengatakan pada tahap 1 dan 2, unit rumah sudah dihuni atau diisi, bahkan sudah ramai. Adapun yang terlihat tak berpenghuni itu kebanyakan unit yang dibangun pada tahap 3.
Diketahui pembangunan tahap 3, termasuk blok I dan J, Villa Kencana Cikarang berlangsung mulai Juni 2017 hingga Agustus 2017 berupa sekitar 3.000 unit rumah subsidi. Riko tak menampik memang ada sebagian unit yang tak dihuni saat ini, khususnya di blok I.
Meski terlihat ada beberapa unit tak berpenghuni dan terkesan terbengkalai, Riko menyebut saat ini permintaan terhadap rumah di Villa Kencana Cikarang masih tinggi. Oleh karena itu, pihaknya akan berencana melakukan pembangunan tahap 4 sebanyak 5.000-6.000 unit lagi. Adapun pembangunannya diharapkan terealisasi pada 2025.
Wajah Villa Kencana Cikarang yang dirsmikan Jokowi, sejatinya mencerminkan apa yang dikatakan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Suprijanto pada temu wicara "Teknologi Properti Sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi Nasional." di Jakarta, Jumat (23/8) seperti dikutip Antara. Kata Iwan, pihaknya menemukan banyak rumah subsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni, dengan tingkat kekosongan mencapai 60%-80%.
Selain itu, dia juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak lain yang tidak berhak. Perlu diingat untuk memperoleh rumah subsidi dengan memakai fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (LFPP), terdapat syarat tertentu.
Beberapa diantaranya adalah: maksimal penghasilan maksimal sebesar Rp 8 juta per bulan; belum pernah menerima subsidi atau bantuan perumahan dari pemerintah; tidak memiliki rumah. Menariknya, FLPP hanya membebankan suku bunga KPR tetap 5%, dengan tenor hingga 20 tahun.
Kepada KONTAN, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, mengatakan bahwa terdapat sanksi berupa pemberhentian FLPP oleh Bank Penyalur bagi penghuni yang tidak menaati kewajiban memanfaatkan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian. Ini diatur dalam Peraturan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pembiayaan Kepemilikan Rumah Melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.
“Untuk beberapa kasus pelanggaran, pemberhentian KPR FLPP oleh Bank Penyalur dialihkan menjadi KPR Komersial,” terang Iwan kepada KONTAN (11/9/2024).
Menyoal langkah tindak lanjut ke depan, Iwan memastikan bahwa Kementerian PUPR bakal terus berkoordinasi dengan berbagai pihak baik internal maupun eksternal, termasuk utamanya dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan BP TAPERA untuk meningkatkan proses pengendalian.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi beberapa langkah strategis dapat pemerintah lakukan. Beberapa di antaranya yakni penyempurnaan skema, mekanisme, dan prosedur, lalu. pemberian surat peringatan atau teguran kepada bank penyalur Dana FLPP; dan/atau memproses hukum terhadap penyimpangan yang terjadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News