Kunci Kemandirian Desa Gentengkulon Pelayanan dan Pemberdayaan Warga

Kunci Kemandirian Desa Gentengkulon Pelayanan dan Pemberdayaan Warga
Ilustrasi. Seorang staf kelurahan memperagakan sistem Layanan Sistem Masyarakat Melayani Sendiri (Simas Mandiri) yang menjadi andalan Desa Gentengkulon dalam melayani sistem administrasi kemasyarakatan, pada medio Mei 2023. Foto: KONTAN / Carolus Agus Waluyo Jumat, 02 Juni 2023 | 15:12 WIB

Reporter: Herry Prasetyo, Ratih Waseso

Editor: Syamsul Azhar

Belajar dari Gentengkulon Bangkit Menjadi Desa Terbaik se Indonesia. 

Setelah tiga tahun berturut-turut di posisi lima besar, Desa Gentengkulon berhasil meraih peringkat pertama Indeks Desa Membangun (IDM) tingkat nasional tahun 2022. Salah satu terobosannya adalah membangun sistem pelayanan mandiri berbasis teknologi informasi.

Bayangan yang ada di benak mendadak buyar saat Yudianto, supir yang menjemput dan mengantar kami dari Bandara Banyuwangi pada Rabu (10/5) lalu, mengatakan bahwa kami telah memasuki wilayah Desa Gentengkulon. Sontak, kami terhenyak menyaksikan pemandangan di kanan-kiri kami.

Pemandangan hamparan sawah atau rimbunnya perkebunan nan asri yang biasanya ada di benak banyak orang saat membayangkan sebuah desa tak kami temui. Sebaliknya, yang kami saksikan di sepanjang Jalan Gajahmada itu adalah kawasan pertokoan dan pusat bisnis yang padat dan ramai.

Tak cuma pertokoan kecil, desa di Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, itu juga menjadi tempat bagi dua pasar besar, yakni Pasar Genteng 1 dan Pasar Genteng 2. Selain pasar tradisional, Gentengkulon juga memiliki dua pusat perbelanjaan modern, termasuk di dalamnya sebuah bioskop. 

Nuansa pedesaan memang sama sekali tak terasa di sebagian wilayah Gentengkulon. Ramainya aktivitas perdagangan membuat Gentengkulon sering dianggap sebagai pusat perdagangan ketiga di Banyuwangi dan pusat Kecamatan Genteng. Genteng sendiri sering dianggap sebagai kota tersibuk di Banyuwangi, sejajar dengan Kecamatan Banyuwangi yang menjadi lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi. 

Menyandang predikat "kota", tak heran jika lima desa di Kecamatan Genteng seluruhnya berhasil masuk ke dalam daftar 20 desa dengan peringkat Indeks Desa Membangun (IDM) tertinggi secara nasional pada 2022 lalu. Sementara Desa Gentengkulon meraih peringkat pertama setelah tiga tahun beruturt-turut berada di posisi lima besar.. 

Camat Genteng Satrio mengatakan, salah satu faktor yang membuat Desa Gentengkulon meraih skor IDM tertinggi adalah sarana dan prasarana yang lengkap, mulai dari sektor perdagangan, pendidikan, hingga kesehatan (lihat infografik). Faktor lainnya adalah digitalisasi yang mengandarkan Desa Gentengkulon meraih gelar jawara dalam ajang Smart Kampung di Kabupaten Banyuwangi. 

Layanan berbasis digital memang menjadi salah satu terobosan Supandi. Saat mulai menjabat, Kepala Desa Gentengkulon itu prihatin dengan pelayanan desa yang memakan waktu lama. "Mau cari surat saja, kok, berjam-jam," tutur Supandi.

Supandi ingin, pelayanan di Desa Gentengkulon tak cuma memuaskan masyarakat namun juga cepat. Sehingga, masyarakat akan lebih terbantu karena tidak membutuhkan waktu lama dalam mengurus surat-menyurat. 

Dari keprihatinan itulah, Supandi mulai merancang sebuah sistem pelayanan digital yang akhirnya terwujud dalam sebuah alat yang bernama Sistem Pelayanan Masyarakat Melayani Sendiri yang disingkat Simas Mandiri. Melalui sistem pelayanan publik yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini, warga Desa Gentengkulon bisa mengurus kebutuhan berbagi surat secara mandiri. Selain melalui anjungan Simas Mandiri yang tersedia di Balai Desa, masyarakat juga bisa mengakses layanan tersebut melalui smartphone berbasis Android. 

"Alat ini berbasis NIK. Data penduduk yang sedang mengurus akan masuk secara otomatis. Dia tinggal memilih surat apa yang ia butuhkan. Dengan alat ini, pelayanan yang tadinya memakan waktu 15 menit hingga dua jam bisa selesai dalam waktu satu menit. Di satu aplikasi, ada 27 layanan," ujar Supandi kepada Tim Jelajah Kontan, Rabu (10/5).

Memang, tak seluruh warga merasakan manfaat ini. Ruli Guliantri, misalnya, selama ini masih tetap mengurus surat-menyurat secara konvensional. Warga Desa Getengkulon yang juga pengusaha warung makan ini memilih datang langsung ke Balai Desa alih-alih memanfaatkan smartphone untuk mengurus layanan desa. 

Toh, terobosan Simas Mandiri itu patut diacungi jempol. Tak heran, banyak desa dari berbagai daerah yang menerapkan layanan mandiri berbasis teknologi informasi tersebut. Bahkan, oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, konsep Simas Mandiri tersebut direplikasi ke seluruh desa di Banyuwangi telah meluncurkan aplikasi Smart Kampung. 
 

Pemberdayaan masyarakat

Selesai dengan urusan pelayanan, Supandi kemudian fokus memikirkan strategi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Apalagi, ekonomi warga Gentengkulon cukup terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang melanda sejak 2020 lalu. Sementara dana desa yang Gentengkulon miliki bisa dibilang terbatas.  

Di sisi lain, meski menjadi pusat perdagangan di Banyuwangi, Gentengkulon memiliki wilayah yag terbilang sempit sementara penduduknya padat. Itu sebabnya, salah satu terobosan yang Gentengkulon lakukan adalah dengan memanfaatkan sarana dan prasarana milik Pemkab Banyuwangi. Salah satunya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Maron. 

Supandi pun lantas mengajukan izin kepada Pemkab Banyuwangi untuk memanfaatkan dan mengelola RTH Maron. Di bekas lapangan sepakbola yang disulap menjadi taman terbuka itu, Desa Gentengkulon menyewakan lapak dan tempat bagi para pedagang kaki lima (PKL). Pengeolaan RTH Maron tersebut diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lembu Suro.

Tak cuma itu, Supandi juga secara lisan mengajukan izin kepada Azwar Anas, Bupati Banyuwangi saat itu, untuk memanfaatkan trotoar di sepanjang Jalan Wahid Hasyim, sebagai tempat berjualan bagi para PKL. Izin pun diperoleh secara lisan. Sejak itu, setiap Sabtu malam dan Minggu malam, sepanjang Jalan Wahid Hasyim riuh dengan pedagang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan masyarakat yang datang berkunjung. 

Supandi mengakui, penggunaan trotoar  sebagai tempat berjualan memang melanggar peraturan daerah. Namun, Supandi terpaksa mengajukan izin ke Pemkab Banyuwangi lantaran tidak memiliki tempat lain. Makanya, "Kami buatkan SK (Surat Keputusan) terlebih dahulu untuk para PKL. Ini semata-mata untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan berdagang dan menghidupkan UMKM," ujar Supandi.

Yang menarik, Supandi juga mengeluarkan SK untuk para juru parkir yang ada di sekitar Pasar Genteng. Termasuk untuk para pengamen yang mengamen di perempatan Jalan Gajahmada. Supandi bilang, surat tersebut untuk melindungi mereka dalam mencari nafkah. 

Karena tujuannya untuk memberdayakan ekonomi warga, Desa Gentengkulon tak memungut tarif sewa bagi PKL yang berjualan di sepanjang Jalan Wahid Hasyim. Begitu pula dengan pengusaha yang membuka usaha di sekitar Sasak Gantung, jembatan peninggalan Belanda yang tengah dikembangkan sebagai tempat wisata. Sementara PKL yang berjualan di RTH Maron hanya dikenai tarif Rp 5.000, sudah termasuk listrik. 

Pemberdayaan masyarakat juga ditujukan untuk berbagai kelompok masyarakat (pokmas) di Desa Gentengkulon. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Mitra Pesona, misalnya, saat ini mengelola wisata Jembatan Mitra Pesona yang berada di atas Sungai Setail. Selain menyewakan lapak bagi UMKM untuk jualan, Pokdarwis tersebut juga menyediakan wisata perahu dan kano. 

Kusno, salah satu pengurus kelompok tersebut, mengatakan, pendapatan Pokdarwis Mitra Pesona saat ini sekitar Rp 500.000 per bulan plus Rp 250.000 per bulan dari penyewaan perahu. Namun, uang tersebut diputar untuk pemeliharaan dan biaya operasional lainnya. "Karena ini sifatnya memang sosial untuk memberdayakan warga," ujar Kusno.

Desa Gentengkulon juga menyalurkan bantuan bagi pokmas di bidang usaha perikanan, salah satunya Pokmas Berkah Air Tawar yang ada di Dusun Jenisari. Di dusun tersebut, terdapat lima pokmas yang menggeluti usaha budidaya ikan, mulai dari pembenihan, pembesaran, hingga pemasaran.

"Desa juga memberikan dukungan dalam bentuk kemudahan administrasi kalau kami mengikuti program dari kabupaten atau provinsi," ujar Saeku, Pengurus Pokmas Dunia Air. 

Bagi Supandi, pemberdayaan dan upaya meningkatkan ekonomi masyarakat perlu terus dilakukan. Sejauh ini, upaya Desa Gentengkulon mulai terasa dampaknya. "Sekarang yang mengajukan bantuan sudah berkurang karena mereka buka usaha jualan," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tag

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Desa Kontan
Didukung oleh:
BRI
OJK
Barito Pacifik
Bukopin
PLN
BNI
Rukun Raharja
BSI
Cimb Niaga
Telkom
Telkom
XL Axiata
Mandiri
logo astragraphia
logo modalku
tokio marine