KONTAN.CO.ID - JEMBER. Meski matahari masih belum tinggi. Kartika sudah berpakaian rapi. Gadis asal Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember ini bersiap menyambut wisatawan yang datang ke desanya. Ia akan menemani rombongan dosen sebuah universitas di Jember yang berjumlah sekitar 30 orang yang akan menyambangi sejumlah destinasi wisata di desanya.
Gadis berkerudung ini menguasai benar cerita setiap sudut desa yang menjadi tempat kelahirannya, 23 tahun silam itu. Dengan cekatan perempuan berkulit sawo matang ini menjelaskan hal-hal menarik yang dimiliki desanya.
Sejak lima tahun terakhir, Desa Sidomulyo memang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat jalur wisata. Konsep Desa Wisata muncul bermula dari keresahan seorang pemuda desa setempat bernama Kamiludin.
Ia miris melihat kondisi ekonomi warga desa yang masih memprihatinkan. Tingkat pendidikan masih rendah, angka kemiskinan dan pengangguran juga tinggi.
Sebagai anak muda yang penuh semangat dan idealisme, Kamiludin mengumpulkan 50 pemuda desa untuk membentuk Gerakan Pemuda Sidomulyo (GPS) pada 2017. Kala itu usianya masih belum genap 30 tahun. Dalam forum itu diputuskan upaya meningkatkan kesejahteraan warga lewat pintu pariwisata.
Sektor itu dianggap paling efektif untuk mendongkak ekonomi warga. Sebab desa ini memiliki potensi di sektor pertanian, peternakan, dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga modal keindahan alam khas kawasan pegunungan yang asri yang bisa dikembangkan.
Sebut saja, potensi alam yang di gadang awalnya adalah sumber mata air warisan Kerajaan Majapahit bernama Sendang Tirto Gumitir. Hingga kini sumber air ini masih alami dan menjadi sumber utama pengairan sawah dan aktivitas sehari-hari masyarakat desa.
Tapi masalah klasik muncul. Para pemuda ini tidak ada modal untuk memulai ide membangun desa wisata. Pada akhir tahun 2017, GPS akhirnya mencoba menyebar proposal ide Desa Wisata ini ke instansi-instansi yang ada di Jember.
Dari sekian banyak proposal, hanya Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang merespons dan tertarik untuk menyalurkan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) ke desa ini pada awal tahun 2018. Dana pertama dari PLN mengucur sebesar Rp 74 juta.
GPS menggunakan dana itu untuk merintis usaha batik dengan membentuk Rumah Batik. Sekitar 80 perempuan desa dikumpulkan untuk diberikan pelatihan membatik.
Sektor perkebunan mulai dikembangkan dengan membentuk koperasi dan membangun industri pengolahan kopi. Hingga muncul Kelompok Tani Kopi Asri Sidomulyo (Ketakasi).
"Desa Sidomulyo menjadi desa penghasil robusta terbesar di Jawa Timur. Potensinya mampu memproduksi 20.000 ton per tahun kopi gelondong robusta dan 5.000 ton per tahun untuk kopi kering," kata Kamiludin, yang sejak 2022 dipercaya warga menjadi Kepala Desa (Kades) Sidomulyo.
Sektor peternakan dikembangkan dengan mengumpulkan para peternak domba dengan membentuk wisata edukasi peternakan Raja Domba. Orang kota yang datang ke desa ini diajarkan cara memberi pakan domba dan beternak domba.
Pencarian potensi wisata terus berjalan. Seorang warga desa yang berprofesi sebagai perajin limbah akar yang disulap jadi kerajinan unik, digandeng untuk memperkenalkan kerajinan tangannya lewat bendera Wisata Fosil Kayu.
Dampak ekonomi
Pada 2020 Agrowisata Persemaian Permanen Garahan (PPG) Cluster Durian meluncur. Wisatawan bisa menikmati aneka kegiatan alam seperti tubing sungai, bersepeda, outbond atau sekadar berfoto di hutan pinus sambil kongko menikmati kuliner serta semilir angin pegunungan. Beberapa tahun ke depan, hasil panen durian di kawasan persemaian durian ini siap dinikmati.
Pada sektor kuliner, Kafe Gumitir milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan Kafe Sawah milik kelompok masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) juga jadi salah satu destinasi wisata desa ini.
Kamiludin yang akrab di sapa Mas Kades bilang, sebagian besar dana hibah datang dari PLN yang sejak 2018 telah menyalurkan hingga Rp 600 juta bagi desa ini. PLN juga membantu membangun kantor dan aula serbaguna. Pembangunan sentra UMKM juga pengadaan kereta wisata di Desa Sidomulyo.
Sisanya dari instansi lain seperti Kementerian Pertanian yang pernah memberi bantuan pembangunan green house pertanian cabai dan melon. Di luar itu dana dari swadaya masyarakat.
Meski baru beberapa tahun dirintis, pengembangan Desa Wisata ini menurut Mas Kades sudah mulai berdampak pada ekonomi warga. Lapangan pekerjaan terbuka bagi warga pengangguran atau petani yang mencari pendapatan tambahan.
Anak-anak muda seperti Kartika didapuk menjadi pemandu wisata dengan dibekali kemampuan public speaking. Kereta wisata, tempat-tempat wisata, homestay dan galeri oleh-oleh perlu pekerja. Produk oleh-oleh juga perlu diproduksi.
Desa juga mengaktifkan promosi di berbagai media sosial dan membangun situs resmi desa yang informatif. "Ada saja pengunjung yang datang untuk berwisata. Seperti grup dosen, anak-anak sekolah atau orang-orang dari dinas," ujar Kartika.
Bahkan sejumlah turis mancanegara juga beberapa kali datang. Diah Putri Aisya, Pemilik Rumah Batik Sidomulyo bilang, wisatawan dari Turki, Australia, dan paling sering dari Singapura. "Mereka ada yang dibawa oleh pemandu wisata, atau mengetahui tempat ini dari internet," kata Diah.
Mas Kades mengaku, angka kemiskinan menurun drastis. Sebelum 2021 data kemiskinan sebanyak 1.830 Kepala Keluarga (KK). Pada 2022 tersisa 500 KK dari total sekitar 3.500 KK. Status desa pun berhasil meningkat. Sebelum ada Desa Wisata, Sidomulyo masih jadi Desa Berkembang.
Pada tahun 2020 status naik menjadi Desa Maju. Tahun 2022 kembali meningkat menjadi Desa Mandiri berdasarkan status indeks desa membangun (IDM) dari sejumlah indikator penilaian Kementerian Desa.
Program ini juga memberdayakan 151 perempuan dari 929 orang yang terlibat dalam seluruh proses pengembangan desa wisata.
Pekerjaan rumah
Namun ketika desa ini baru mulai melangkah, pandemi Covid-19 menyerang, Desa Wisata Sidomulyo harus berhenti menerima pengunjung. Kondisi terparah terjadi pada 2021.
Kondisi ini sekaligus dijadikan momentum desa untuk berbenah. Berbekal Surat Keputusan (SK) dari Bupati Pemerintah Kabupatan (PemKab) Jember yang mendapuk Desa Sidomulyo sebagai Desa Wisata, Kamiludin menerbitkan aturan turunan Peraturan Desa (Perdes) yang memberikan otonomi pengelolaan Desa Wisata Sidomulyo kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Sidomulyo Bahagia dan Koperasi Konsumen Tirto Gumitir Sejahtera.
Sebab, Sutikno, Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) dan Direktur Bumdes menjelaskan, pemasukan desa wisata selama ini belum tercatat dengan baik. Sehingga pertanggung jawaban dana tidak jelas.
Apalagi setelah Covid-19, destinasi dan pembukuan administrasi berantakan. Sehingga tahun 2022 dan 2023 di mulai manajemen baru untuk memperbaiki itu.
Baru tahun ini pendapatan dari Desa Wisata dimasukkan ke Pendapatan Asli Desa (PAD). Sebelumnya, penghasilan dikelola masing-masing destinasi. Tempat wisata yang dikelola pihak lain seperti Perhutani di Agrowisata PPG Durian, akan diberlakukan sistem bagi hasil. Sekitar 70% untuk desa dan 30% sisanya untuk pengelola.
Selain itu infrastruktur juga jadi kendala. Akses jalan yang belum memadai, membuat pembukaan destinasi baru terhambat. "Padahal ada air terjun yang bisa menjadi tempat wisata juga," kata Sutikno.
Dengan berbagai keterbatasan, Mas Kades tetap patut berbangga. Desa yang ia pimpin bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jatim telah mampu mengekspor produk unggulan kopi. Desa ini juga sudah bisa menerima pembayaran lewat QRIS di sejumlah tempat.
Sehingga tahun lalu Desa Sidomulyo berhasil masuk 300 besar sebagai desa wisata se-Indonesia pada ajang Anugerah Desa Wisata 2022. Tahun ini Mas Kades berharap Desa Wisata Sidomulyo masuk 30 besar atau bahkan bisa masuk final pada ajang yang sama.
Baca Juga: Cerita Inspiratif dari Lereng Gunung dan Perbatasan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News