KONTAN.CO.ID - GIANYAR. Suara gemericik air terdengar jelas dari homestay Kian Teges di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Desa ini memang dilintasi sungai kecil yang bersih dan belakangan ini menjadi tempat yang dikunjungi wisatawan.
Siapa sangka, sungai yang melintasi Desa Peliatan ini sebelumnya kotor dan penuh sampah. Tercemarnya sungai membuat tradisi pengantin Bali untuk membersihkan diri ke sungai atau menganyud-anyudan tak pernah dilakukan lagi sejak 30 tahun silam.
Karena itu, ketika I Made Dwi Sutaryantha ditunjuk sebagai perbekel atau Kepala Desa Peliatan, program penataan lingkungan adalah salah satu program utama yang disiapkannya. Tujuan awalnya sederhana. Selain mengembalikan sungai ke fungsinya sebagai sumber air, Dwi ingin mengembalikan tradisi pengantin mandi di sungai yang sudah lama hilang.
"Jadi ada satu budaya Bali yang sebelumnya hilang di sini, dan kami temukan lagi, yaitu budaya pada saat orang menikah, untuk turun ke sungai, atau mengayud-ayudan. Pengantin laki-laki berada di depan membuka baju, lalu pengantin perempuan mencuci bajunya," ujar Dwi saat ditemui Tim Jelajah Ekonomi Desa, di kantornya, Senin (22/5).
Tradisi ini menggambarkan pembersihan diri sebelum menapaki hidup berkeluarga.
Baca Juga: Berhasil Keluar dari Desa Tertinggal, Ini 6 Pilar Penopang Ekonomi Desa Sekapuk
Dwi pun membentuk suatu komunitas bernama Peliatan ngogo atau Pego, yang memiliki kegiatan untuk melestarikan lingkungan. Masyarakat Desa Peliatan menyambut baik ide ini, dan mulai melakukan pembersihan di sekitar desa.
Sejak tahun 2019, Pego melakukan pembersihan dan penataan sungai, dan kini sudah membenahi enam titik sungai yang melintasi Desa Peliatan.
Sungai ini berangsur bersih, dan tradisi pengantin mandi di sungai kembali dilakukan lagi di Desa Peliatan. Selain itu, ada tradisi lain seperti melukat yakni upacara pembersihan jiwa dari hal negatif.
Sungai ini juga dipercantik dengan memasang patung Rajapala dan para bidadari. Kini, sungai tersebut juga menjadi salah satu tempat berkunjung para turis, dan menjadi salah satu tempat untuk melakukan meditasi. Melalui pembersihan sungai, terbuka pula sejumlah mata air baru yang tadinya terbenam oleh gunungan sampah.
Baca Juga: Gentengkulon Membangkitkan Ekonomi Warga Lewat Kuliner Kaki Lima
Dwi bercerita, tak mudah mendorong warga untuk melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan. Namun, Dwi merangkul para kepala adat. Di kebanyakan desa di Bali, memang ada dua kepala, yaitu kepala desa atau perbekel, dan bendesa atau kepala adat.
Desa Peliatan adalah desa yang kental dengan budaya dan adat asli Bali. Dengan mengangkat tujuan untuk mengembalikan khasanah budaya, yaitu mengembalikan tradisi melalui pembersihan sungai, warga pun tak sungkan lagi untuk ikut berbenah.
Kini, masih ada beberapa titik sungai yang akan terus dibersihkan. Harapannya, sungai yang berdampingan dengan kehidupan masyarakat Desa Peliatan ini dapat terus lestari dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk warga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News