Indonesia Masih Perlu Impor Beras, Begini Penjelasan Bapanas

Indonesia Masih Perlu Impor Beras, Begini Penjelasan Bapanas
Ilustrasi. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Senin, 30 Juni 2025 | 13:10 WIB

Reporter: Dadan M. Ramdan

Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa capaian sektor pangan Indonesia saat ini mencatat sejarah baru sebagai yang tertinggi sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Alhamdulillah, produksi dan cadangan pangan kita, terutama beras dan jagung, saat ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Mau diakui atau tidak, cadangan beras di gudang pemerintah sekarang mencapai rekor tertinggi,” ujarnya saat penutupan Konferensi Internasional Infrastruktur 2025 di Jakarta, Kamis (12/6/2025)..

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional sepanjang Januari–Juni 2025 mencapai 21,76 juta ton, naik 2,83 juta ton atau 14,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan USDA bahkan memperkirakan total produksi beras Indonesia tahun ini akan mencapai 34,6 juta ton pada tahun 2025, melebihi target 32 juta ton. Atas keberhasilan tersebut, FAO menganugerahkan Agricola Medal kepada Pemerintah Indonesia pada 30 Agustus 2024.

Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan tertinggi dari dunia internasional atas kontribusi Indonesia dalam memperkuat ketahanan pangan global. Lantas, apakah Indonesia masih perlu impor beras?

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa ketahanan pangan harus diwujudkan secara holistik melalui intensifikasi, ekstensifikasi produksi, serta diversifikasi konsumsi demi menciptakan sistem pangan nasional yang berkelanjutan. Pemerintah melalui Bapanas terus memperkuat stok cadangan pangan pemerintah (CPP) guna mendukung pencapaian swasembada pangan dan menjaga stabilitas pasokan serta harga. Langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia dan mencapai Indonesia Emas 2045.

Arief mengungkapkan, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Penguatan cadangan pangan menjadi kunci menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, gejolak harga pangan, dan risiko bencana. Dengan cadangan memadai, ketahanan pangan bisa terjaga, sekaligus mendukung ekosistem pangan nasional yang berdaulat. "Sekarang pertanyaannya, kenapa kemarin impor, gitu kan?" ucap Arif kepada Tim Jelajah Ekonomi Pangan KONTAN, akhir Mei lalu.

Kepala Bapanas pun memberikan pejelasnnya. "Karena kemarin itu kita mempersiapkan cadangan pangan pemerintah. Jadi, kalau kita produksinya itu par, produksinya par, dekat-dekat aja, padahal kita menghitung, kalau boleh nih, cadangan pangan pemerintah kita itu minimal 2 juta ton pada waktu itu. Jadi, kita beli untuk disimpan sebagai cadangan pangan pemerintah," tandasnya..

Lantas, kenapa kita perlu cadangan pangan pemerintah? Arief mengungkapkan, produksi beras nasional pada 2024 juga masih dibayangi risiko dampak El Nino. Di sisi lain, pemerintah juga memutuskan untuk terus menyalurkan bantuan pangan beras kepada sekitar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Program tersebut tentunya meningkatkan kebutuhan beras oleh pemerintah. Importasi diklaim sebagai langkah antisipatif terhadap defisit neraca beras bulanan.

Apalagi, produksi beras pada Januari-Februari 2024 diperkirakan masih di bawah kebutuhan bulanan secara nasional.  Berdasarkan kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional secara bulanan pada Januari 2024 diperkirakan hanya 0,9 juta ton dan Februari 2024 sebanyak 1,3 juta ton. Jumlah produksi tersebut masih di bawah rata-rata konsumsi beras bulanan secara nasional yang berkisar 2,5 juta ton. “Kita tidak bisa menunggu stok habis sehingga perlu antisipasi agar stabilitas pangan tetap terjaga,” terang Arief.

Menurut Bapanas, pada semester kedua tahun ini umumnya harga beras akan merangkak naik akibat pasokan yang mulai berkurang. Pasalnya, daerah sentra produksi panennya sudah mulai berkurang. Meski demikian, pasokan gabah masih aman jika saluran irigasi sudah banyak yang terbangun dan berfungsi optimal. "Grafik panen ini akan berubah pada saat musim kemarau, tapi kita masih bisa nanam. Berarti kan perlu saluran irigasi. Waduknya sudah, embungnya ada," sebut Arif..

Yang terang, irigasi ini bisa mengalirkan air ke saluran premier, sekunder, tersiar sampai masuk ke sawah. Hal itu menjadi penting. Alhasil dengan kondisi irigasi yang masih perlu peningkatan, indeks pertanaman kita saat ini baru 1,52, sehingga satu tahun itu rata-rata hanya tanam 1,5 kali. "Kita inginnya indeks tanam bisa naik ke-2, bisa naik ke -2,5. Enggak lain, caranya adalah irigasi," tandasya.

Artinya, jika infrastruktur iriigasi belum memadai untuk memasok kebutuhan pengairan sawah, maka potensi impor beras tidak bisa dihindarkan. Sebab, ketika luas tanam berkurang akibat kemarau menyebabkan penurunan produksi. Dari penelitian, untuk menghasilkan 1 kg beras dibutihkan air sebanyak 5.000 liter. Padi itu salah satu tanaman yang membutuhkan air yang cukup. "Kalau airnya masih menunggu hujan, maka tren penurunan produksinya akan selalu betrulang setiap tahunnya. Jadi perlu upaya pembangunan irigasi,: imbuhnya.

Yang terang, kebutuhan beras terus meningkat. Maka, untuk menjaga stabillitas harga beras dan mengamaankan cadangan pangan pemerintah harus ditambal dari pengadaan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Pangan
Didukung oleh:
Barito Pacifik
Bank BRI
PLN
Bank Mandiri
Bank Mayapada
TOPI KOKI
GWM