KONTAN.CO.ID - MAGETAN. Kelompok Tani Babadan Makmur di Dusun Babadan, Desa Kepuhrejo, Magetan, tengah bersiap menembus pasar pupuk organik nasional. Kelompok ini telah sukses memproduksi pupuk organik, yang terbukti efektif menyuburkan tanah sejak tahun 2021.
Babadan Makmur memproduksi pupuk kompos yang diberi nama merek dagang Kompos Tricotama. Sejauh ini, produk pupuk organik tersebut masih dipergunakan untuk kebutuhan petani di Babadan saja. Namun, pasarnya akan diperluas setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Pertanian.
“Kami memperkirakan izin edar keluar bulan November. Begitu izin edar keluar, kami siap melakukan ekspansi pemasaran. Selama ini sudah banyak permintaan dari luar, tapi belum bisa dipasarkan karena izin belum ada,” terang Bambang Hendro, Anggota Kelompok Tani Babadan Makmur.
Jika izin edar rampung tahun depan, Tricotama siap tancap gas. Hendro optimistis produksi bisa digenjot hingga 20 ton per bulan, melonjak tajam dari kapasitas saat ini yang masih di kisaran 5 ton–6 ton.
Inisiatif Tricotama lahir dari kegelisahan petani Babadan atas tanah yang makin rusak akibat ketergantungan pada pupuk kimia. Harapan datang lewat program Agrosolution dari Pupuk Kaltim, yang melatih petani memproduksi pupuk organik. “Kami mulai dari keresahan, lalu menemukan solusi,” ujar Hendro.
Produksi Tricotama tergolong sederhana. Bahan baku utamanya kotoran hewan (kohe) yang melimpah di Babadan, dicampur biodex sebagai aplikator. Pasokan kohe dibeli dari warga seharga Rp 50.000–Rp 70.000 per truk, bahkan kini banyak yang menawarkan gratis. “Satu lokasi saja bisa hasilkan 7 ton dalam 3–5 bulan. Suplai aman, apalagi kini desa tetangga ikut mendukung,” kata Hendro.
Pupuk Tricotama dijual dalam kemasan 35 kg dengan harga Rp 1.000 per kg. Dengan produksi rata-rata 5–6 ton per bulan, kelompok bisa meraup omzet hingga Rp 6 juta.
Keuntungan bersih kelompok sekitar 40%, sisanya untuk biaya produksi dan gaji anggota. Ke depan, mereka siap memangkas margin jadi 20% demi meningkatkan kesejahteraan para anggota yang kini berjumlah 13 orang.
Saat ini, kas kelompok sudah mencapai Rp 25 juta. Hendro yakin, Tricotama bukan sekadar pupuk, tapi jalan menuju kemandirian ekonomi Babadan. Ke depan, dana kas tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan sosial di Babadan.
Upaya yang dilakukan Kelompok Tani Babadan Makmur selaras dengan visi Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magetan dalam mendorong produktivitas sekaligus mewujudkan pertanian yang berkelanjutan.
Kepala Dinas Pertanian Magetan Uswatul Chasanah menegaskan, langkah ini merupakan bentuk nyata komitmen daerah dalam mendukung program ketahanan pangan nasional yang diusung Presiden Prabowo.
"Apa yang dilakukan oleh Babadan terus kami dukung, termasuk percepatan izin edar pupuk kompos mereka. Kami juga terus melakukan pelatihan pembuatan pupuk kompos di wilayah lain,” ujar Uswatul.
Ia menjelaskan, penggunaan pupuk organik menjadi salah satu cara paling konkret untuk memulihkan kesuburan tanah yang selama ini tertekan oleh pola tanam intensif. Diharapkan, pendekatan ini tidak hanya memperbaiki kualitas tanah, tetapi juga turut mendongkrak hasil panen para petani di Magetan.
Selain pupuk organik, peningkatan produktivitas juga dilakukan melalui penggunaan benih varietas genjah, jaminan ketersediaan air, perluasan areal panen, serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.
Magetan sendiri dikenal sebagai lumbung pangan dengan komoditas utama berupa padi. Dengan luas baku sawah mencapai 26.000 hektare, total panen padi pada 2024 tercatat seluas 58.000 hektare. Tak hanya itu, jagung menjadi komoditas penting lainnya dengan luas panen sekitar 20.000 hektare.
“Magetan juga punya buah unggulan berupa jeruk pamelo, dan tanaman tebu seluas sekitar 6.000 hektare yang mendukung dua pabrik gula di wilayah kami,” tambah Uswatul.
Dari sektor padi, produktivitas pada tahun ini mencapai rata-rata 6,5 ton per hektare. Dengan luas panen 58.000 hektare, total produksi gabah kering panen diperkirakan mencapai 350.000 ton, yang setelah dikonversi menjadi beras setara 240.000–250.000 ton.
Sementara konsumsi beras di Magetan hanya sekitar 80.000 ton per tahun, artinya daerah ini mengalami surplus yang cukup besar dan berpeluang besar untuk berkontribusi pada ketahanan pangan nasional.
Sektor pertanian juga menyumbang sekitar 28–29% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Magetan. Namun begitu, Uswatul mencatat bahwa kesejahteraan petani masih perlu ditingkatkan. “Nilai tukar petani (NTP) tanaman pangan baru 106%, sedikit di bawah rata-rata Jawa Timur yang sudah mencapai 110%.,” ungkap Uswatul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News