Taraf Hidup Warga Babadan Naik berkat Praktik Bertani Organik

Taraf Hidup Warga Babadan Naik berkat Praktik Bertani Organik
Ilustrasi. Petani melakukan penyemprotan pupuk cair di lahan persawahan Dusun Babadan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/02/07/2025. Rabu, 23 Juli 2025 | 13:50 WIB

Reporter: Lailatul Anisah

Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - MAGETAN. Pagi yang cerah di Dusun Babadan, Desa Kapuhrejo, Magetan, menyajikan pemandangan hamparan sawah hijau membentang luas. Sejumlah petani terlihat sibuk dengan aktivitas mereka, menandakan geliat kehidupan pertanian yang tak pernah berhenti. 

Beragam komoditas tumbuh subur di sini, mulai dari padi yang menguning, kacang-kacangan, hingga jagung yang menjulang tinggi. Namun, di balik kesuburan yang terlihat, tersimpan kisah perjuangan petani Dusun Babadan dalam memulihkan lahan mereka. 

Bebera tahun silam, tanah di Dusun Babadan mengalami kerusakan parah akbat penggunaan pupuk kimia berlebihan. Kondisi ini membat tanah menjadi sakit dan tidak produktif.

Sarwono, seorang petani di Dusun Babadan, bahkan mengatakan tanah yang sudah terkontiminasi pupuk kimia mencapai kedalaman 4 meter. Kondisi ini menyebabkan petani hanya bisa melakukan dua sampai tiga kali panen saja dalam setahun. 

"Jadi dulu itu, panen bisa tiga kali saja itu sudah empot-empotan," kisah Sarwono. 

Sarwono mengatakan kondisi tersebut berubah setelah dirinya melakukan praktik tanam yang baik, dengan mengurangi pupuk kimia dan menggantikannya dengan pupuk organik atau kompos. 

Sarwono mendapatkan pelatihan pembuatan pupuk bermula dari tempatnya belajar saat masih di pesantren. Pelajaran itu diteruskannya untuk dipraktikkan di Dusun Babadan, bersama dengan beberapa petani lainnya. 

Tak hanya itu, Sarwono dengan kelompok tani lain juga mendapatakan pembinaan dari Pupuk Kaltim sejak tahun 2021 lewat Program PKT BISA (Pertanian Kompos Terpadu untuk Babadan Inovatif dan Sejahtera). Program itu turut mendorong peningkatan produktivitas pertanian di wilayah ini. 

"Sebelum pake kompos, itu penen kurang maksimal. Dengan pakai kompos biaya produksi juga berkurang, hasil juga bagus," tambah Sarwono. 

Sarwono mengatakan, kebutuhan pupuk kimia dahulunya bisa mencapai 250 kg setiap petak sawah. Dengan pasokan pupuk subsidi yang tidak menenentu terkadang membuat petani kesulitan mendapatkan akses pupuk yang murah. 

Menurutnya, pupuk kompos ini bisa menjadi solusi bertani di Dusun Babadan, selain lebih meningkatkan panen juga mengurangi ketergantungan pupuk yang mahal. 

Dia bilang, semenjak bergeser menggunakan kompos, kebutuhan pupuk kimia turun drastis hanya mencapai 100 kg di setiap petaknya. Namun, dirinya mengakui pihaknya masih belum sepenuhnya dapat terbebas sepenuhnya dengan pupuk anorganik ini. 

Saat ini, Sarwono mulai memetik panen yang menggembirakan. Hasil produksi padi di lahannya naik drastis. Dia bilang, saat lahan masih bergantung pupuk kimia hasil panen padi kurang dari 1 ton setiap petak sawah di setiap musim panen. Sementara, saat ini hasil panen bisa mencapai 1,2 ton setiap petaknya di setiap musim panen. 

Selain itu, sekarang lahannya juga bisa melakukan panen hingga 4 kali. Padahal sebelumnya hanya mencapai 2 sampai 3 kali musim panen saja dalam setahun. 

Belum dapat akses 

Meski demikian, Sarwono dan petani lain masih menemui hambatan dalam memasarkan produk pertaniannya. Meski hasil produksi tani saat ini sudah semi organik, namun dirinya masih menjual panennya ke tengkulak atau penggiling padi biasa. 

Sehingga harga hasil panen yang diterima masih sama dengan beras biasa hasil dari pupuk kimia. "Cuma yang kurang ngerti intinya pembeli hasil panen, harusnya lebih mahal karena semi organik," jelasnya. 

Petani lain, Sarmin Hadi juga menceritakan kebanggaannya usai lahan pertaniannya berangsung pulih dan dapat berproduksi dengan baik. 

Sarmin mengaku bertani secara turun-temurun. Sehingga sangat paham dengan perubahan tanah petanian yang ada di Dusun Babadan. 

Dia bilang, kondisi tanah pertanian di Dusun Bababan sudah kronis. Bahkan, ada masanya saat itu tanah hanya bisa ditanami oleh tanaman tebu dan ketela dalam satu tahun itu. 

Tak sampai di situ, ketergantungan kimia justru juga turut menyuburkan hama di lahan pertanian. Sehingga produksi pertanian hampir tidak pernah mendapatkan hasil yang maksimal. 

"Sudah tanah berbatu, berpasir, mati, ada gejolak terus menerus, banyak wereng, tidak ada habisnya," kata Sarmin.   

Perubahan secara perlahan Sarmin rasakan semenjak Pupuk Kaltim melalui Program PKT BISA masuk memberikan pembinaan di Dusun Babadan pada tahun 2021. Sarmin juga terut merasakan hasil pembinaan dari Pupuk Kaltim terutama dalam membuat kompos untuk pengganti pupuk kimia di lahan pertanian miliknya. 

"Memang belum bisa lepas total karena itu sulit, butuh waktu. tapi sudah bisa kita mengurangi pupuk kimia," tambahnya. 

Tantangan perairan dan listrik 

Namun, Sarmin mengakui masih ada kendala lain kaitanya dengan perairan yang membutuhkan listrik yang tidak murah. Pasalnya, perairan pertanian lahan Babadan mengandalkan air tanah atau sumur. 

Kondisi tanah yang berpasir membuat sejumlah lahan tidak ada fasilitas irigasi dari pemerintah. 

Alhasil, setiap sumur harus memiliki sumber tenaga listrik yang memadai untuk bisa mengairi pertanian mereka. Sarmin mengaku telah mengajukan pengadaan trafo untuk penguat arus kepada PLN. 

Namun hingga kini, niat itu masih belum mendapatkan kabar baik perusahaan pelat merah tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Didukung oleh:
Barito Pacifik
Bank BRI
PLN
Bank Mandiri
Bank Mayapada
TOPI KOKI
GWM