BUMDes Lembu Suro tidak cuma mengandalkan profit tapi memaksimalkan manfaat bagi masyarakat - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lembu Suro memang belum memberikan kontribusi besar bagi Desa Gentengkulon. Laba bersih dari Bumdes juga mungil. Meski begitu, kehadirannya dalam meningkatkan ekonomi dirasakan oleh masyarakat Desa Gentengkulon.
Suasana Ruang Terbuka Hijau (RTH) Maron belum terlalu ramai sore itu, Jumat (12/5), saat Suryadi menyiapkan gerobak jualannya. Beberapa pedagang kaki lima (PKL) lain tampak sibuk melayani pembeli yang sore itu mengunjungi RTH Maron.
Sudah sejak lama Suryadi membuka usaha di kawasan tersebut, bahkan saat RTH Maron belum diresmikan pada 2015 silam. Saat itu, RTH Maron hanyalah sebuah lapangan yang acap kali dijadikan tempat bermain bola.
Awalnya, Suryadi membuka usaha mainan yang disewakan kepada anak-anak. Namun, sejak lapangan Maron disulap menjadi taman terbuka yang dilengkapi berbagai fasilitas, Suryadi banting setir.
Kini, Suryadi memilih berjualan sempol, telur gulung, dan kopi. Saat malam minggu, ia juga berjualan nasi lalap. Jika cuaca cerah, Suryadi bisa mengantongi omzet Rp 100.000 per hari. Saat malam minggu, omzetnya bisa naik dua kali lipat.
Bagi Suryadi, kehadiran RTH Maron sangat bermanfaat untuk meningkatkan ekonomi warga, tak cuma warga Desa Gentengkulon, namun juga warga desa di sekitarnya.
Meski merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, pengelolaan RTH Maron dipegang oleh BUMDes Lembu Suro milik Pemerintah Desa Gentengkulon. Di taman terbuka ini, BUMDes Lembu Suro menyewakan kios dan juga tempat jualan bagi PKL, termasuk mengelola parkir.
Direktur BUMDes Lembu Suro Widiyanto Hendro Wiyono mengatakan, ada 82 PKL yang membuka usaha di RTH Maron. Sementara penyewa kios ada 11 pedagang. Tarif sewa untuk PKL terbilang murah, hanya Rp 5.000 per hari. Tarif tersebut sudah termasuk listrik dan hanya dibayarkan jika PKL berjualan. Sementara tarif sewa kios sebesar Rp 6 juta per tahun.
Selain mengelola RTH Maron, BUMDes Lembu Suro juga punya usaha lain seperti kerja sama dengan warga desa untuk mengoperasikan usaha cuci motor, jualan ayam geprek, hingga usaha pompa bensin mini. Namun, kontribusi pendapatan paling besar tetap berasal dari RTH Maron.
Tiap tahun, BUMDes Lembu Suro tiap tahun menyetorkan 25% dari pendapatannya ke Pemerintah Desa Gentengkulon. Sementara 75% sisanya dikelola untuk membiayai operasional.
Widiyanti mengatakan, sepanjang tahun lalu, BUMDes Lembu Suro membukukan omzet sebesar Rp 106,6 juta. Dari jumlah tersebut, Lembu Suro menyetorkan penghasilan ke desa sebesar Rp 32 juta. Setelah digunakan untuk membayar listrik dan berbagai biaya lain, laba bersih yang Lembu Suro kantongi hanya sebesar Rp 503.000.
"Meski omzet usaha kami kecil, kami tidak punya utang dan tidak ada setoran modal dari desa sejak 2019," ujar Widiyanto.
Untuk mendongkrak pendapatan, BUMDes Lembu Suro berencana membangun wahana permainan di sisi selatan RTH Maron bekerja sama dengan investor. Rencana ini sudah mulai dijalankan dan ditargetkan selesai pada Agustus mendatang. Selain itu, Lembu Suro juga berencana mendirikan warung yang menyediakan berbagai kebutuhan bahan baku bagi para PKL di RTH Maron.
Bagi Widiyanto, BUMDes memang perlu berorientasi profit agar tidak mengandalkan uluran tangan Pemerintah Desa. Namun, yang tidak boleh dilupakan, BUMDes juga harus berorientasi sosial. Itulah kenapa PKL dikenakan biaya sewa namun tarifnya murah. "Kehadiran BUMDes harus bisa dirasakan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi," tegas Widiyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News