KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1 akan terutilisasi penuh di akhir tahun ini. Rencananya, sebanyak 20.000 titik layanan publik akan ditambah.
Satria-1 mulai beroperasi sejak Januari 2024 dan merupakan satelit multifungsi yang bisa dimanfaatkan di berbagai bidang seperti pendidikan, pemerintahan, ketahanan & kemanan, pusat kegiatan masyarakat, pelayanan kesehatan, hingga wisata.
Satelit ini dibangun dan dioperasikan oleh konsorsium PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) yang merupakan anak perusahaan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).
Satelit yang memiliki kapasitas 150 gigabit per detik (Gbps) ini menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia dan nomor tiga di Asia. Orbitalnya ditempatkan pada 146 bujur timur. BAKTI Kominfo akan menyediakan akses untuk 30.000 titik pelayanan publik.
Pemerintah lebih memilih menggunakan satelit dibandingkan Base Transceiver Station (BTS) atau kabel fiber optik karena cakupan internet dari satelit lebih luas bahkan bisa mencapai seluruh Indonesia. Sehingga cocok untuk lokasi remote seperti kantor pemerintahan dan sekolah yang ada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Baca Juga: Satelit Satria-2 Diperkirakan Telan Biaya Rp 13,3 Triliun, Mulai Dirakit Pada 2025
Dilengkapi dengan teknologi yang lebih mutakhir, Satria-1 memungkinkan layanan langsung akses internet Direct to Home (DTH) alias langsung ke lokasi kantor pelayanan publik.
General Manager Service Operation, PT Satelit Nusantara Tiga (SNT), Sulthonin menyatakan, proyek ini memulai tahap awalnya dengan beroperasi 10 Gbps dan saat ini baru melayani 10.000 titik layanan publik. Di akhir tahun ini, BAKTI Kominfo berencana untuk menambah 20.000 titik layanan di berbagai wilayah di Indonesia.
Asal tahu saja, dari 10.000 titik layanan publik yang sudah beroperasi saat ini, paling banyak melayani sektor pendidikan.
Saat ini, operasional Satria-1 didukung oleh 11 stasiun bumi atau Gateway antara lain, Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
“Sudah 50% terutilisasi yang tersebar di Batam, Cikarang, Pontianak, Tarakan, Banjarmasin, Manado dan Jayapura. Sedangkan empat gateway sisanya yakni Manokwari, Timika, Kupang, dan Ambon akan deploy hubnya di tahun ini untuk mencapai kapasitas internet hingga 150 Gpbs,” jelasnya saat ditemui KONTAN di Stasiun Bumi Cikarang, Kamis (8/8/2024).
Penambahan titik layanan ini sejatinya tidak sesederhana memasang antena semata. Banyak komponen yang harus dipersiapkan dan rintangan geografis lantaran lokasi yang dibidik di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Baca Juga: Satelit Satria-2 Mulai Dirakit Tahun Depan, Biaya Diperkirakan Capai Rp 13,3 Triliun
Komponen yang dibutuhkan ialah perangkat Very Small Aperture Terminal (VSAT) sebagai antena parabola kecil yang menggunakan satelit untuk jalur komunikasi atau terminal telekomunikasi satelit. Umumnya Antena VSAT berdiameter antara 0,6 dan 2,4 meter. Namun ada juga antena VSAT besar dengan panjang 3 s.d. 6 meter.
Dari sisi tantangan geografis, Sulthonin menjelaskan, untuk menentukan lokasi gateway pihaknya akan menentukan titik berdasarkan pertimbangan teknis seperti akses ke lokasi, kelistrikan, hingga keamanan.
“Keuntungan menggunakan Satria-1 adalah antenanya lebih kecil sehingga dari sisi biaya dan kecepatan untuk pengiriman ke daerah tertinggal bisa terbantu dengan cepat,” tandasnya.
Selain itu, tantangan lain berupa kesiapan sumber daya manusia (SDM). Perangkat antena yang dikirim tentu harus dipasang dengan tenaga yang mumpuni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News