Mengukur Realisasi Program Sejuta Rumah di Akhir Jabatan Jokowi

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan - Kontan
Ilustrasi. Kompleks rumah subsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Minggu (8/9). Per Agustus 2024 BP Tapera telah menyalurkan 119.100 unit rumah bagi MBR senilai Rp14,699 Triliun yang terdiri dari pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayan Perumahan (FLPP) sebanyak 115.065 unit rumah senilai Rp14,028 Triliun dan Pembiayaan Tapera sebanyak 4.035 unit rumah senilai Rp671,45 Miliar. KONTAN/Baihaki/8/9/2024 Jumat, 13 September 2024 | 14:22 WIB

Reporter: Muhammad Julian

Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Sejuta Rumah (PSR) genap berusia 10 tahun pada 2024. Di sisa tenggat waktu yang tinggal hitungan bulan, Direktorat Jenderal (Ditjen)  Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pede bisa merampungkan target 10 juta rumah di program yang dijagokan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, mengatakan bahwa program ini telah menghasilkan realisasi pembangunan unit rumah sebanyak 9.206.379 unit rumah selama tahun 2015-2023. 

Menurut prognosis Ditjen Perumahan Kementerian PUPR, capaian Program Sejuta Rumah (PSR) di sepanjang tahun 2024 bakal mencapai 1.042.738 unit.

“Sampai dengan bulan Agustus realisasinya sudah mencapai sebesar 666.432 unit. Untuk itu, kami optimis bahwa target 10 juta rumah dapat kami selesaikan pada akhir tahun 2024 ini,” tutur Iwan kepada KONTAN (11/9/2024).

Program ini punya titik berat pada pemenuhan kebutuhan perumahan pada segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), Itulah sebabnya, porsi pengembangan MBR saban tahun kerap mendominasi dalam realisasi program.

Di tahun 2023, misalnya, dari total realisasi pembangunan sebanyak 1.217.794 unit, sebanyak 1.010.142 unit atawa sekitar 82,95% di antaranya terdiri atas rumah MBR.

Pengembangannya dilakukan oleh kalangan pengembang sebanyak 591.410 unit (48,56%), Kementerian PUPR 396.943 unit (32,60%), Pemerintah Daerah 94.586 unit (7,77%), masyarakat 81.850 unit (6,72%), kementerian/lembaga lainnya 45.505 unit (3,74%), dan corporate  social responsibility (CSR) bidang perumahan 7.500 unit (0,62%). 

Barulah sebanyak 207.652 unit lainnya atau 17,05% dari total realisasi 1.217.794 unit merupakan rumah non MBR. Pembangunannya dilakukan oleh pengembang sebanyak 155.464 unit (74,87%), lalu masyarakat 52.188 unit (25,13%).

Baca Juga: Rumah Bertingkat Untuk Sarang Burung Walet, Dompet Warga Konawe Tak Pernah Kempet

Lantaran memiliki titik berat pada MBR, PSR hadir dengan sederet fasilitas subsidi. Salah satunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Fasilitas ini merupakan mekanisme bantuan pembiayaan perumahan melalui penyediaan dana jangka murah jangka panjang. Sumbernya berasal dari kombinasi antara APBN dengan dana bank penerbit KPR dengan metode blended financing.

Lewat metode ini, pemerintah ingin menurunkan tingkat suku bunga KPR, khususnya KPR yang ditujukan untuk MBR. Tingkat suku bunga KPR-nya dipertahankan sebesar 1 digit (persen per annum) sepanjang masa tenor pinjaman.

Berdasarkan data BP Tapera dan riset olahan KONTAN, pemerintah telah menggelontorkan dana FLPP hingga triliunan saban tahun. Menurut hitungan kasar KONTAN, total dananya mencapai sekira Rp 136,83 triliun untuk 1.229.341 unit selama tahun 2014 hingga 6 September 2024.

Selain bantuan subsidi lewat skema FLPP, ada pula bentuk subsidi lain seperti Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan . Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). 

Terkhusus pengembangan rumah MBR, regulasinya juga cukup ketat bagi pengembang. pemerintah mengatur batasan harga maksimal perumahan MBR lewat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ketentuan terbaru diatur dalam Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

Batasan harga maksimalnya bervariasi. Angkanya disesuaikan dengan lokasi wilayah. MBR Batas harga maksimalnya ditetapkan mulai dari Rp 166 juta untuk Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kep. Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai).

Sementara untuk wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya dan Papua Selatan batas harga maksimalnya Rp 240 juta.

Angka-angka batasan harga maksimal ini dibanderol untuk spesifikasi rumah tapak dengan luas tanah 60-200 meter persegi (m2) dengan luas lantai rumah 21-36 m2. Lebih dari luas ini kategorinya sudah bukan rumah MBR lagi.

Baca Juga: Jejak Soeharto dan Jokowi di RSUD Konawe

Di sisi lain, penerima program rumah subsidi juga tidak bisa sembarangan. Bantuan FLPP misalnya, hanya diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang ingin membeli rumah pertama (belum memiliki rumah) dengan batasan penghasilan  tetap atau tidak tetap yang tidak melebihi batas penghasilan paling tinggi sebesar Rp 8 juta.

Selain itu, penerima bantuan MBR juga wajib memenuhi sejumlah persyaratan menghuni Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum sebagai tempat tinggal dalam jangka waktu paling lambat 1 tahun setelah serah terima rumah yang dibuktikan dengan berita acara serah terima.

Kedua, menghuni sebagai tempat tinggal dalam jangka waktu paling singkat 5 tahun untuk Rumah Umum Tapak atau 20 tahun untuk Sarusun Umum. Ketiga, tidak menyewakan dan/atau mengalihkan hak kepemilikan Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum, kecuali dalam hal pewarisan; penghunian telah melampaui 5 tahun untuk Rumah Umum Tapak; atau perikatan kepemilikan telah melampaui 20 tahun untuk Sarusun Umum.

Baca Juga: Infrastruktur Kesehatan Dipacu, Agar Tak Tumbang Jika Ada Pandemi Baru

Perumnas menjadi pengembang dari kalangan perusahaan pelat merah yang turut serta dalam program penyediaan 1 juta rumah. Salah satu contoh portofolionya misalnya Perumnas Dramaga yang beralamat di Jl. Gor Pakansari, Nanggewer Mekar, Cibinong, Bogor. 

Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro, mengatakan bahwa Perumnas merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam mewujudkan program-program pemerintah, termasuk salah satunya PSR. 

“Jadi kalau keterlibatan beberapa banyak yang sudah dibangun sebetulnya sudah banyak sekali rumah yang dibangun oleh Perumnas, khususnya untuk MBR ini,” ujar Budi kepada KONTAN (4/9/2024).

Selain Perumnas, tidak sedikit pula pengembang-pengembang swasta yang ikut menggarap proyek Program Satu Juta Rumah. Misalnya saja seperti PT Arrayan Bekasi Development, anak usaha dari SPS Group yang mengembangkan Villa Kencana Cikarang, proyek rumah subsidi yang diresmikan oleh Jokowi dan beroleh sorotan Mei 2017 lalu.

Marketing Villa Kencana Cikarang Riko Mario menerangkan, perumahan tersebut terdiri dari 3 tahap pembangunan. Riko menyebut secara total ada 9.000 unit yang dibangun dan semua sudah habis terjual. Dari total 9.000 unit pembangunan tahap 1 sampai 3 tersebut, Riko mengungkapkan setidaknya 80% sudah ditempati oleh pemilik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble