Punya Daya Tarik, Bisnis Energi Hijau Dilirik

Punya Daya Tarik, Bisnis Energi Hijau Dilirik
Ilustrasi. Era energi hijau memunculkan sejumlah pemain baru di bisnis kelistrikan. Jumat, 02 Agustus 2024 | 16:23 WIB

Reporter: Anna Suci Perwitasari, Pulina Nityakanti

Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era energi hijau memunculkan sejumlah pemain baru di bisnis kelistrikan. Potensi sumber energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang besar dan belum tereksplorasi maksimal membuat sejumlah pihak berlomba-lomba masuk ke bisnis ini, termasuk perusahaan swasta.

Sejumlah perusahaan swasta saat ini juga mulai mengembangkan pembangkit listrik bertenaga EBT. Upaya swasta dalam mengeksplorasi potensi EBT di Indonesia juga tak terlepas dari komitmen pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) tahun 2060.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi investasi sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) hingga Juni 2024 mencapai US$ 565 juta. Nilai itu  setara dengan 45,86% dari target.

Di sisi lain, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga sedang mempromosikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). RUPTL ini disebut-sebut lebih hijau dan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) terbaru.

Upaya tersebut bisa menjadi pintu masuk bagi sejumlah pihak untuk ikut mengembangkan pembangkit listrik bertenaga EBT, termasuk swasta. Misalnya saja PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang terjun mengembangkan pembangkit listrik EBT melalui anak usahanya, PT Adaro Power.

Baca Juga: Begini Peran Swasta dalam Pengembangan Pembangkit Listrik EBT

Alasan Adaro Power terjun ke bisnis ini adalah potensi EBT di Indonesia yang mencapai hingga 4 terawatt (tw) atau sekitar 3.687 gigawatt (gw). Menurut RUPTL PLN yang terakhir, permintaan listrik Indonesia diproyeksikan akan tumbuh rata-rata 4,9% pada periode 2021-2030.

Walaupun di bawah proyeksi pertumbuhan RUPTL sebelumnya, angka tersebut masih memproyeksikan tambahan  kapasitas 40,6 gw. Tambahan 40,6 gw ini terdiri dari 51,6% atau 20,9 gw energi terbarukan. Sehingga, RUPTL ini adalah yang terhijau dalam sejarah PLN.

Tak hanya itu, RUPTL juga menganggarkan 64,8% dari 20,9 gw energi terbarukan untuk dipasok pembangkit swasta atau independent power producers (IPP).

"Bagi Adaro, RUPTL PLN adalah referensi bauran energi Indonesia yang dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana pertumbuhan bisnis ketenagalistrikan," ujar Dharma Djojonegoro, Presiden Direktur PT Adaro Power, kepada KONTAN, pekan lalu.

Adaro melihat, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan dan menerapkan proyek EBT. Salah satunya, bisnis energi hijau memerlukan waktu dan proses yang tidak sebentar dan membutuhkan investasi besar.

"Pemerintah pun telah mendorong pengembangan proyek EBT melalui serangkaian kebijakan dan regulasi yang mendukung pengembangan EBT," kata Dharma.

Hal tersebut pun membuat Adaro optimistis dalam memandang masa depan bisnis energi hijau. Namun, investasi di bisnis hijau memerlukan waktu dan proses panjang serta pembiayaan yang cukup besar.

Adaro memiliki beberapa proyek EBT yang sedang dijalankan. Antara lain, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sistem rooftop atau atap dengan kapasitas 130 kilowatt peak (kwp) di Kelanis, Kalimantan Tengah, untuk melayani kebutuhan listrik di area tambang Adaro. Proyek ini dilakukan sejak tahun 2018.

"Setelah berhasil dalam pembangunan dan pengoperasian PLTS atap 130 kwp, kami akan menambah kapasitas 468 kwp PLTS dengan sistem terapung (floating)," ungkapnya.

Adaro juga akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 megawatt (mw) yang akan beroperasi tahun 2030. PLTA ini menyediakan energi hijau untuk kawasan industri hijau di Kalimantan Utara.

Selain Adaro, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) juga berfokus pada pembangunan pembangkit listrik EBT. ARKO meyakini Indonesia saat ini sudah berada di jalur benar dalam pengembangan EBT, yang ditandai dengan target-target NZE dan bauran energi yang terukur.

Pemerintah juga sedang menggodok RUU EBET dan RUPTL yang digadang-gadang sebagai RUPTL paling hijau, karena porsi EBT dalam bauran energi lebih tinggi dari target sebelumnya.

"Meski begitu, pemerintah perlu mendorong lebih kuat lagi dalam merealisasikan rencana-rencana tersebut," ujar Nicko Yosafat, Head of Investor Relations ARKO, kepada KONTAN.

Baca Juga: Melongok Rencana Pertamina Geothermal dalam Pengembangan Pembangkit Listrik EBT

Menurut Nicko, masih ada potensi besar yang dapat digarap pelaku bisnis EBT di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian ESDM, tingkat utilisasi energi EBT hanya 0,34% pada tahun 2023. Sementara, tingkat utilisasi energi dari tenaga air hanya 7,1% dari total potensi yang ada di Indonesia.

Tahun ini, ARKO memiliki dua proyek PLTA yang beroperasi, yakni PLTA Cikopo, Jawa Barat, dengan kapasitas 7,4 mw dan PLTA Tomasa, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas 10 mw.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble