Belajar Membangun Kemandirian Desa Ponggok, Pendapatan Desa Mengalir dari Mata Air

Jelajah Ekonomi Desa - Kontan
Ilustrasi. Pengunjung berfoto di kolam mata air Umbul Ponggok di Desa Ponggok, Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. KONTAN/Muradi/2023/02/02 Sabtu, 27 Mei 2023 | 21:03 WIB

Reporter: Bidara Pink, Sandy Baskoro

Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - PONGGOK. Hari masih pagi, namun Sri Mulyono sudah menyisir pinggir kolam renang yang berukuran 50 x 25 meter. Airnya dingin dan jernih, berisi ribuan ikan, yang kebanyakan ikan nila, menari-nari di atas mata air nan jernih. Kolam renang itu adalah Umbul Ponggok, yang berjarak sekitar 500 meter dari Balai Desa Ponggok, Kabupaten Klaten Jawa Tengah.

Aktivitas Sri di Umbul Ponggok sudah berjalan lebih dari satu dekade. Saat ini, dia adalah Koordinator Lapangan Wisata Umbul Ponggok. Desa ini sempat menjadi buah bibir lantaran wisata mata airnya viral di media sosial.

Dalam sehari, ribuan pengunjung pernah memadati kolam renang Umbul Ponggok. Salah satu tujuannya adalah: berswafoto di dalam air. Ini menjadi ciri khas dan keunggulan Umbul Ponggok.

Dulu, sebelum tahun 2009, masyarakat kebanyakan tidak mengenal Umbul Ponggok. Desa Ponggok adalah desa paling miskin di Kecamatan Polanharjo, Klaten. Dari 18 desa di Polanharjo, Ponggok menempati urutan paling buncit alias terbelakang. "Ponggok adalah desa paling miskin, bahkan sangat miskin," ungkap Sri, kepada KONTAN, akhir Januari 2023.

Baca Juga: Berkah dari Mengolah Wisata Ziarah dan Sejarah

Sebelum viral dan menjadi destinasi wisata unggulan di Klaten, Umbul Ponggok memang tak terawat, hanya menjadi wadah bagi warga setempat cukup baju, hingga memandikan hewan ternaknya.

Dari sini, ada keinginan masyarakat yang diserap oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa Ponggok. Masyarakat Ponggok ingin desanya maju dan tidak terbelakang. Oleh karena itu, aparat desa bersatu untuk membikin konsep agar desa ini bisa terlepas dari kemiskinan.

Junaedhi Mulyono, Kepala Desa Ponggok, adalah salah satu sosok di balik perubahan besar desa berpenduduk lebih dari 2.200 jiwa itu. Dia mulai menjabat kepala desa pada tahun 2007. Kala itu, pendapatan asli desa (PAD) Ponggok hanya sebesar Rp 17 juta per tahun. Penghasilan itu berasal dari pemanfaatan tanah kas desa.

Sebelum terpilih memimpin pemerintahan desa, Juned -- begitu Junaedhi karib disapa, berjanji menjadikan Ponggok sebagai desa mandiri dan mampu memberdayakan warganya.

Di masa-masa awal menjabat, Juned mengajak aparat dan komponen desa berembuk untuk memecahkan masalah pedesaan. Ada empat tahapan yang ditempuh, yakni pemetaan masalah dan potensi, perencanaan pembangunan dan pengembangan desa, implementasi atau action dan terakhir keberlanjutan program.

Baca Juga: Desa Ponggok: Bangkit Menjadi Desa Unggul dari Membangun Umbul

Dari sini, Ponggok mengundang para stakeholder, bahkan mengajak kalangan akademisi untuk memetakan permasalahan dan potensi Ponggok. Pemerintah Desa Ponggok menggandeng Universitas Gajah Mada (UGM) untuk melakukan pemetaan potensi desa setempat. Pendampingan dari UGM memakan waktu kurang lebih tiga tahun, untuk pemetaan potensi wisata dan bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat.

Bukan hanya itu, aparat Desa Ponggok juga menggandeng ahli pertanian, perikanan dan ekonomi untuk tujuan komersial. "Setelah pemetaan, kami menemukan potensi besar Ponggok, yakni mata air. Oleh karena itu, kami mulai merencanakan pengembangan wisata Umbul Ponggok," ucap Juned.

Ponggok, seperti wilayah Klaten pada umumnya, kaya akan sumber mata air. Maka itu, Klaten dijuluki sebagai Kota 1.001 Mata Air. Terletak di antara lekukan dua pergunungan, yakni Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, Desa Ponggok berlimpah mata air.

Baca Juga: Desa Panjalu: Memupuk Berkah dari Para Peziarah

Umbul Ponggok adalah salah satu tulang punggung warga setempat. Destinasi wisata ini dikelola secara profesional sejak tahun 2009. Pemerintah Desa Ponggok mendirikan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) bernama Tirta Mandiri. Bumdes inilah yang bertugas mengelola sejumlah unit usaha di Ponggok, salah satunya Umbul Ponggok.

Berbentuk persegi empat, dengan ukuran sekitar 50 meter kali 25 meter, Umbul Ponggok memiliki kedalaman rata-rata 1,5 meter hingga 2,6 meter. Bahkan di lokasi tertentu bisa mencapai 3 meter. Tak sekadar menawarkan kolam dengan air super jernih, Umbul Ponggok juga menawarkan berbagai wisata air dengan harga yang cukup terjangkau. Dari tiket masuk, pengunjung dibanderol harga Rp 10.000 per orang di hari Senin sampai Jumat. Sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu, harga tiket masuk sebesar Rp 15.000 per orang.

Dengan jumlah tersebut, pengunjung sudah bisa menikmati kesegaran air sepuasnya. Sebagian besar pengunjung memang tak bisa berenang. Oleh karena itu, pengelola Umbul Ponggok menyediakan fasilitas pelampung dengan harga yang terjangkau, yaitu Rp 10.000.

Baca Juga: Cerita dari Lereng Gunung & Perbatasan

Selain berenang, pengunjung bisa melakukan snorkeling untuk melihat ikan-ikan menari di dalam dan pemandangan bawah air Umbul Ponggok. Pengelola menyediakan alat snorkel dengan tarif sewa Rp 15.000 dan kaki katak dengan harga sewa Rp 10.000.

Di Umbul Ponggok, para pengunjung bisa melakukan diving, juga seawalker. Tentu saja, pengunjung akan didampingi para profesional sehingga dijamin keamanannya. "Kami didukung SDM yang memang khusus melakukan pengawasan di air maupun di darat. Tim ini sudah mendapatkan sertifikasi," ucap Sri Mulyono.

Bukan hanya aktivitas air, pengunjung bisa mengabadikan momen di dalam air karena Umbul Ponggok menyediakan fasilitas foto dan video. Ada beberapa properti yang dapat dimanfaatkan para pengunjung, seperti meja dan kursi, sepeda, maupun sepeda motor. Seolah-olah, para pengunjung melakukan aktivitas di bawah air.

Hendrik, Direktur Umbul Ponggok mengungkapkan, destinasi wisata ini berhasil mengantongi sekitar Rp 4 miliar dalam setahun terakhir. Pendapatan ini dihasilkan dari jumlah kunjungan masyarakat rata-rata 15.000 hingga 20.000 kunjungan per bulan.

Baca Juga: Teknologi Ramah Lingkungan yang Juga Terasa Ramah di Kantong

Sebenarnya, jumlah ini sudah menyusut dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Puncak kunjungan ke Umbul Ponggok terjadi pada tahun 2016. Kala itu, tingkat kunjungan menembus 500.000 per tahun. Pendapatan dari Umbul Ponggok bisa mencapai Rp 8 miliar hingga Rp 9 miliar per tahun.

Dengan pengelolaan Umbul Ponggok yang lebih baik, Sri Mulyono mengaku ini memberikan dampak signifikan bagi masyarakat sekitar objek wisata, termasuk keterlibatan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Saat pengembangan Umbul Ponggok, masyarakat terlibat dalam pembangunan lahan parkir, bangunan, kios-kios, pengadaan meja dan kursi, jaringan air bersih serta penerangan.

Para pelaku UMKM juga mendapatkan lahan untuk berjualan, seperti makanan dan minuman. Banyak juga yang menyewakan peralatan berenang dan pakan ikan. "Kami bimbing, karena kami memiliki tanggung jawab menerpakan pelayanan masyarakat saat ada wisatawan yang datang," tutur Sri.

Baca Juga: Kiprah UMKM Hijau, Berbisnis Sambil Menjaga Alam dan Lingkungan

Bumdes Tirta Mandiri tak hanya mengelola Umbul Ponggok. Ada sedikitnya 11 unit usaha lain yang mereka kelola. Ada Ponggok Ciblon yang sedang direvitalisasi dan akan bersalin nama menjadi Ponggok Paradiso. Ada pula kegiatan Studi Desa, Toko Desa, Homestay, juga Balai Ekonomi Desa. Selanjutnya, BumDes Tirta Mandiri akan mengelola Umbul Besuki dan Umbul Sigedang-Kapilaler. Saat ini, aset tersebut masih dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di level Kelompok Kerja (Pokja).

Dengan berbagai potensi tersebut, Bumdes Tirta Mandiri berhasil mengelola dana hingga Rp 16 miliar. Kontributor utamanya adalah Umbul Ponggok. Bumdes menyerahkan sekitar 40% dari laba bersih sebagai pendapatan asli desa (PAD) Ponggok. 

Sedang 60% dari laba bersih diputar lagi untuk berbagai kebutuhan, seperti pembiayaan internal, biaya operasional, hingga pengembangan bisnis ke depan. Desa Ponggok juga turut berkontribusi bagi pembangunan nasional, melalui setoran pajak. "Dalam setahun, kami menyetor berbagai pajak (PPh, pajak air, pajak keramaian) hingga mencapai Rp 400 juta," tutur Juned.

Kemandirian desa

Kades Juned menjelaskan, keberhasilan Ponggok mengelola mata air juga akan dikembalikan lagi kepada warga setempat. Ini merupakan komitmen dan janji Pemerintahan Desa Ponggok.

Salah satu program kerja yang sampai saat ini dijalani Desa Ponggok adalah program satu rumah satu sarjana. Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen Ponggok mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat desa.

Juned menjelaskan, sebagian besar tingkat pendidikan warga Ponggok memang rendah. "Dulu kami cuma punya enam orang sarjana. Oleh karena itu, Ponggok bercita-cita untuk menyiapkan generasi yang kuat. Maka itu, kami menjalankan program 1 rumah 1 sarjana," ungkap dia.

Baca Juga: Energi Hijau, Bikin Pebisnis dan Perbankan Semakin Terpukau

Dari program 1 rumah 1 sarjana, Pemerintah Desa Ponggok memberikan beasiswa kepada 67 warganya yang saat ini sedang berkuliah. Dari pundak merekalah, masa depan Ponggok tercipta.

Setiap mahasiswa warga Ponggok yang memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) di bawah 3, maka akan mendapatkan beasiswa senilai Rp 300.000 per semester.

Sedangkan bagi mereka yang mencatatkan IPK di atas 3, akan mendapatkan beasiswa senilai Rp 500.000. "Tidak kaya, tidak miskin, semua mahasiswa mendapatkan bantuan. Ini komitmen kami," ungkap Juned.

Baca Juga: Berbagai Jalan Ditempuh Menggapai Target Energi Bersih

Namun aparat Desa Ponggok tidak mau cuma-cuma mengucurkan beasiswa tersebut. Namun prosedur dan persyaratannya cukup mudah. "Mereka harus mau menjadi marketing desa, bantu Desa Ponggok melakukan komunikasi dengan masyarakat luas, bisa di medsos, website dan lain-lain," ucap Juned.

Berkah pendapatan dari Umbul Ponggok juga menyebar ke masyarakat tak mampu. Bagi warga Ponggok yang belum bisa mengakses kesehatan atau memiliki kartu BPJS Kesehatan, maka aparat Desa Ponggok akan menanggungnya. "Ada hampir separuh dari warga Ponggok yang asuransi BPJS-nya kami bayarkan," imbuh Juned.

Desa Ponggok yang lebih dari satu dekade terakhir terbelakang, kini sudah menjadi desa unggulan. Bahkan, banyak desa-desa lain di Indonesia yang bertandang ke Ponggok hanya untuk belajar bagaimana desa ini bisa bangkit dari keterpurukan.

Baca Juga: Memompa Uap Panas Perut Bumi demi Menerangi Sulawesi

Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ponggok berstatus Desa Maju dengan skor Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2022 sebesar 0,8102. Ponggok berada di peringkat 7.072 dari total 74.955 desa yang tersebar di Indonesia. Disokong Umbul Ponggok, PAD Ponggok kini bisa menembus Rp 1 miliar per tahun, dari sebelumnya yang hanya Rp 17 juta per tahun.

Kiprah Kades Juned mendapat pengakuan banyak kalangan. Pada November 2018, Desa Ponggok mendapatkan penghargaan sebagai Desa Inspiratif Versi Kemendes.

Juned banyak diundang berbagai pihak untuk berbagi pengalaman. Memimpin Ponggok selama tiga periode, Juned terus menularkan ide dan terobosannya dalam membangun kemandirian desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Desa Kontan
Didukung oleh:
BRI
OJK
Barito Pacifik
Bukopin
PLN
BNI
Rukun Raharja
BSI
Cimb Niaga
Telkom
Telkom
XL Axiata
Mandiri
logo astragraphia
logo modalku
tokio marine