Dua Dekade Merajut Budaya Tenun Singkawang

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan - Kontan
Ilustrasi. Perajin kain menenun kain ikat khas Singkawang yang diberi nama kain Tidayu (Tionghoa, Dayak, Melayu) di Singkawang, Kalimantan Barat, Kamis (15/8/2024). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/15/08/2024 Kamis, 22 Agustus 2024 | 13:29 WIB

Reporter: Filemon Agung

Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rita, seorang perempuan asli Sintang, Kalimantan Barat kebingungan mengisi waktu senggangnya ketika pertama kali pindah ke Singkawang mengikuti suaminya.

Demi mengisi waktu luangnya, Rita memilih membuat tenun ikat, sebuah keterampilan yang lazim ia lakukan semasa di Sintang.

"Awalnya karena tidak ada kegiatan, jadi terpikir untuk memulai tenun ikat ternyata makin lama makin dikenal orang," kisah Rita kepada Tim Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan KONTAN.

Siapa sangka, kegiatan yang awalnya hanya didasari rasa jenuh kini perlahan berbuah rejeki bagi Rita. Keterampilan yang ia tekuni secara turun-temurun ini kini pun memberikan tambahan penghasilan bagi Rita dan keluarga.

Hampir dua dekade sudah Rita mengenalkan kerajinan tenun ikat di Singkawang. Rita yang dulu sempat bekerja menjadi buruh kelapa, kini mendedikasikan seluruh waktunya untuk melestarikan budaya Singkawang lewat tenun ikat.

"Ketika awal menenun, saya lebih banyak membuat motif khas Sintang, kemudian mulai ada permintaan untuk membuat motif Singkawang, saya mulai belajar untuk membuat itu," kata Rita.

Baca Juga: Berlibur ke Singkawang, Ini Destinasi Wisata yang Bisa Kamu Sambangi

Kini Rita jadi satu-satunya pengrajin tenun ikat di Singkawang dengan motif khas seperti motif sisik naga dan motif anggrek. 

Kedua motif tenun Singkawang tersebut atau disingkat Tensika mewakili dua budaya besar di Kota Singkawang yaitu Tionghoa dan Melayu. 

Motif Sisik Naga merepresentasikan sisik patung naga di Vihara Tri Dharma Bumi Raya serta ragam hias pengaruh Tionghoa. Sementara pilihan warna laut gelap dan terang serta aksen ombak terinspirasi dari kata dalam Bahasa Hakka, yakni San Khew Jong yang mengacu pada sebuah kota di bukit dekat laut dan muara, yang merupakan transisi dari sungai ke laut, yakni Kota Singkawang. 

Sementara itu, tenun ikat Anggrek terinspirasi dari fasad bangunan Singkawang Cultural Center yang mengangkat sisi kontemporer Kota Singkawang. Warna dominan yang digunakan adalah warna tanah yang hangat dan motif yang dihasilkan adalah motif kecil dengan jarak pengulangan jarang. Teknik pewarnaan gradasi dipakai dalam proses pewarnaan benang tenun.

Dibantu salah satu putrinya, dalam sebulan Rita bisa menghasilkan satu tenun ikat yang dibanderol dengan harga paling murah sekitar Rp 1 juta per pcs. Selain memenuhi permintaan dari calon pembeli, Rita biasanya memasok tenun ikatnya di beberapa store yang ada di Singkawang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble