Taman Nasional Baluran, Antara Potensi Wisata dan Ancaman Lingkungan

Taman Nasional Baluran, Antara Potensi Wisata dan Ancaman Lingkungan
Ilustrasi. Taman Nasional Baluran Jumat, 09 Agustus 2024 | 14:23 WIB

Reporter: Jane Aprilyani, Nur Qolbi

Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kunjungan pariwisata ke Taman Nasional Baluran yang dijuluki little africa van Java cenderung meningkat setiap tahunnya. Kenaikan signifikan terasa sejak pengelola mengaspal jalan dari pintu masuk menuju Savana Bekol yang menjadi ikon utama Taman Nasional Baluran pada 2018.

Alhasil, lama waktu perjalanan dari pintu masuk menuju savana berkurang jauh, dari sebelumnya dua jam menjadi hanya sekitar 30 menit. Perbaikan jalan juga dilakukan hingga Pantai Bama yang biasanya menjadi titik akhir kunjungan wisata di Taman Nasional Baluran.

Kepala Balai Taman Nasional Baluran Johan Setiawan mencatat, setelah jalan masuk diperbagus, ada peningkatan pengunjung sekitar 200%. Kunjungan terutama melonjak di musim libur lebaran, natal dan tahun baru, serta periode libur semester sekolah. Segmen pengunjung juga semakin luas dengan semakin mudahnya akses ke dalam kawasan.

Meski terletak di kabupaten Situbondo, lokasi Baluran tak begitu jauh dari Banyuwangi, hanya sekitar satu jam dari Pelabuhan Ketapang. Hal ini menjadikan Baluran masuk dalam salah satu destinasi favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.

Oleh sebab itu, pembangunan jalan tol Probolinggo-Banyuwangi yang melalui Situbondo dan berakhir di Banyuwang diyakini akan semakin meningkatkan kunjungan wisata ke Baluran.

Baca Juga: Pilihan Jalan Tol Melewati Area Little Africa van Java

Di sisi lain, pembangunan tol juga membawa risiko bagi kehidupan satwa-satwa liar yang hidup di kawasan seluas 29.000 hektare tersebut.

Ancaman serius bakal dihadapi satwa liar apabila tol dibangun flat alias rata dengan tanah, sebab cara ini akan mempersempit habibat para satwa dan berpotensi memisahkan mereka dari kawanannya. Perlu diketahui, bahwa satwa liar mudah stres hingga berisiko mati ketika terjadi perubahan lingkungan tempat tinggal.

Berkurangnya jumlah satwa liar akibat kematian ataupun pindah ke tempat lain pada gilirannya bakal mengganggu ekosistem Taman Nasional Baluran. Pada akhirnya, perubahan kondisi ini dapat memengaruhi ekosistem di sekitar kawasan, termasuk permukiman warga.

Setidaknya, ada 34 ekor macan tutul, 211 banteng, 41 ajak, 715 jenis flora, dan 15 tipe ekosistem yang ada di Baluran. Kerbau air, kerbau liar, dan rusa juga menjadi hewan yang dominan di sini, disertai dengan banyak sekali jenis burung dan serangga. “Dari sini, terlihat bahwa kawasan konservasi yang ditetapkan sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia ini memiliki nilai ekonomi yang luar biasa,” ungkap Johan di kantor Balai Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jumat (2/8).

Oleh sebab itu, jika memang harus membelah kawasan Taman Nasional Baluran, jalan tengahnya adalah dengan membangun tol elevated supaya tujuan untuk menuntaskan Tol Trans Jawa tercapai dan perlindungan satwa dapat tetap dijalankan. Dengan bentuk elevated, satwa liar tetap bisa melintas di bawah jalan tol dan tidak mengganggu pengguna jalan. Habitat dan ekosistem mereka juga kemungkinan tidak terpengaruh besar. 

Pengelola Taman Nasional Baluran juga dapat mengupayakan proses pemulihan yang lebih cepat bagi para satwa yang terpengaruh selama proses pembangunan tol.

Johan berharap, para pengambil keputusan dalam pembangunan jalan tol ini dapat berempati dan mencoba memahami dari sudut pandang konservasi, bukan hanya memperhitungkan segi keekonomian suatu proyek. Jika dihitung, Johan yakin valuasi ekologi di seluruh Taman Nasional Baluran punya nilai yang begitu besar.

“Silakan dikaji, apakah sepadan jika mengorbankan kawasan konservasi yang sudah sekian ratus tahun dan terlindungi dengan baik untuk kepentingan konektivitas? Kalau memang harus dibuat koneksi tol, maka harus ambil jalan tengah yakni dengan membangun tol elevated,” kata Johan.

Jadi, pada intinya, harus ada titik temu antara perspektif ekonomi dan konektivitas dengan sudut pandang konservasi. Pembangunan jalan tol harus bisa memberikan dampak ekonomi yang bagus tanpa harus mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan
Didukung oleh:
Barito Renewble
Pertamina
PLN
KB Bank
Mayapada
BNI
Rukun Raharja
Kementerian PUPR
Bank Syariah Indonesia
Bank BRI
Bank Mandiri
J Trust Bank
Official Airlines:
Barito Renewble