KONTAN.CO.ID - WAKATOBI. Bisnis perhotelan di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara tertekan. Adapun penurunan tingkat okupansi mencapai 30%.
Hugua, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Seluruh Indonesia (PHRI) Sulawesi Tenggara menyebutkan tingkat okupansi hotel di Wakatobi rendah. Padahal, Wakatobi menjadi salah satu destinasi yang dipilih pemerintah sebagai bagian dari 10 Bali Baru.
Baca Juga: Akses dan harga tiket menjadi tantangan terberat pariwisata Wakatobi
"Maksimal 40%," ujarnya kepada kontan.co.id, Selasa (20/8).
Sedangkan, tahun lalu disebutnya, tingkat okupansi hotel bisa mencapai 70%. Lanjutnya, tren penurunan tingkat okupansi sendiri dimulai 2017 lalu.
Menurutnya, penurunan terjadi saat ini disebabkan dari tingginya harga tiket. "Tingginya harga pesawat memukul bisnis hotel," ujarnya.
Adapun total kamar hotel di Wakatobi sebanyak 600 kamar. Secara rinci 3 hotel bintang 5, sisanya bintang 2 hingga 4. Tak hanya itu, penerbangan tak berbagasi juga memukul industri oleh-oleh di Wakatobi.
Karenanya, Hugua yang juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulawesi Tenggara berharap kembali mempertimbangkan harga tiket.
Selain itu, ia juga berharap promisi yang dilakukan lebih 'segemented', menggenjot kebudayaan, sumber daya alam. Hal tersebut tak lepas dari upaya pemerintah menggenjot wisata halal.
"Wisata halal seperti syariah itu bagus, tapi lama-lama rasis. Kalau alam dan kebudayaan pasti diminati pasar Eropa," terangnya.
Baca Juga: Sajian sunset istimewa di Wasabi Nua Wakatobi
Dari sisi investasi swasta di Wakatobi sendiri disebutnya sangat tinggi. Menurutnya, banyak tanah sudah dimiliki swasta baik dari dalam maupun luar negeri.
"Seperti dekat bandara sudah ada milik dari pengusaha Australia," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News