KONTAN.CO.ID - MALANG. Pak Kecik. Begitu sapaannya. Sejak tahun 1997, pria paruh baya bersama kuda miliknya ini rutin mengantar wisatawan berkeliling di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Bukan tanpa alasan Pak Kecik mau menjadi penuntun kuda selama puluhan tahun. Justru dari mata pencahariannya itu, dia mampu menghidupi keluarganya, bahkan mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana.
Dalam sehari, dia bisa tiga kali mondar-mandir mengantarkan wisatawan melalui rute yang selalu melewati Pura Luhur Poten itu. "Kalau lagi musim liburan ramai, bisa sampai lima kali," aku Pak Kecik kepada Tim KONTAN Jelajah Ekonomi Pariwisata 2019.
Saat ini, tarif untuk menunggangi kuda Rp 150.000. Wisatawan bakal diantar dari titik pemberhentian jip ke tangga menuju puncak kawah Gunung Bromo. Tarif ojek kuda itu sudah termasuk untuk perjalanan kembali menuju titik pemberhentian yang sebenarnya memiliki jarak cukup jauh.
Pak Kecik bilang, kuda yang ada di kawasan Gunung Bromo kebanyakan berasal dari Pulau Sumba. Harganya sekitar Rp 25 juta per ekor.
"Kuda di sini kebanyakan milik kami sendiri. Rata-rata punya satu kuda, atau yang paling banyak satu orang itu punya tiga. Kalau saya hanya satu ini, baru saya beli 2017 lalu," tuturnya.
Sebelum kudanya yang sekarang, Pak Kecik sempat memiliki kuda dengan jenis yang sama. Namun, menurutnya sudah tak mampu lagi melayani para wisatawan.
"Sudah mulai bandel, suka enggak mau ditunggangi, makanya saya ganti yang sekarang ini," jelasnya.
Sama seperti kendaraan bermesin. Kuda juga bisa ditukar tambah.
Kuda milik Pak Kecik saat ini dibeli saat usianya masih lima tahun. Usia itu sudah bisa langsung digunakan untuk mengangkut wisatawan.
Usia kuda juga tergolong panjang, bisa mencapai 25 tahun. Hebatnya lagi, kuda bisa dipekerjakan minimal selama sepuluh tahun. Ini mengapa rata-rata penyedia jasa ojek kuda di kawasan Gunung Bromo hanya memiliki satu kuda. Satu kuda bisa digunakan untuk waktu yang sangat panjang.
Kuda-kuda itu juga sangat tangguh. Pak Kecik mengatakan, dalam sehari, kuda miliknya mampu mondar-mandir hingga sepuluh kali. Padahal, makannya cukup rumput. Setiap hari, Pak Kecik hanya mengeluarkan Rp 50.000 untuk makanan kuda miliknya. Ini artinya, Pak Kecik berhasil mengantongi keuntungan bersih per hari minimal Rp 400.000.
"Dia (kuda) sampai sepuluh kali kuat, saya yang nuntun yang enggak kuat," canda Pak Kecik.
Pak Kecik bangga, melalui mata pencahariannya itu mampu menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang tinggi. "Anak saya dua, yang paling muda masih SMA, yang tertua alhamdulillah sekarang sudah menjadi guru," ungkap pria yang juga merupakan penduduk asli Suku Tengger ini.
Pak Kecik belum berencana pensiun dalam waktu dekat. Namun dia mengaku, jika saatnya pensiun sebagai penuntun kuda, dia bakal kembali bertani kentang, pekerjaan yang selama ini juga dia kerjakan saat wisatawan sedang sepi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News