KONTAN.CO.ID - MALANG. Wisata Gunung Bromo yang terletak di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menyimpan segudang pesona yang tak pernah ada habisnya. Banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi wisatawan di sini. Sebut saja Pananjakan I, Padang Savana, Padang Pasir Berbisik, Bukit Teletubbies dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu lokasi yang tidak boleh dilewatkan oleh wisatawan adalah Kawah Gunung Bromo. Di tempat ini, Anda bisa melihat kawah yang masih aktif secara langsung.
Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN tak mau ketinggalan untuk menjejakkan kaki di lokasi ini. Setelah menyaksikan matahari terbit dari Pananjakan I, kami langsung berangkat dengan kendaraan roda empat menuju Kawah Bromo. Jarak tempuhnya sekitar 10 menit–15 menit jika perjalanan lancar.
Selama perjalanan, tour guide kami sempat menceritakan sejarah singkat mengenai terbentuknya Kawah Gunung Bromo. Konon awalnya, Kawah Bromo merupakan Gunung Tengger yang memiliki ketinggian mencapai 4.000 meter dari permukaan laut. Hal tersebut menjadikan gunung ini gunung tertinggi di Indonesia pada saat itu.
Baca Juga: Menyibak keindahan pantai Malang yang masih tersembunyi
Kemudian, terjadi letusan dahsyat yang menciptakan kaldera dengan diameter mencapai 9 kilometer lebih. “Nah, material vulkanik dari letusan gunung itu yang sekarang berubah menjadi lautan pasir,” jelas Anang, tour guide Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata selama di Bromo.
Kawasan kawah gunung Bromo sejak dahulu ditinggali oleh Suku Tengger. Nama Tengger diambil dari putri raja yang memerintah Pulau Jawa bernama Rara Anteng. Dia kemudian menikah dengan Joko Seger yang merupakan keturunan Brahmana. Karena desa itu dipimpin langsung keduanya, maka dinamakanlah suku Tengger yang diambil dari kata An “Teng” dan Se “Ger”.
Untuk menuju ke kawah Bromo, setiap wisatawan wajib menggunakan jip yang dikelola oleh masyarakat lokal. Dari titik ini, ada dua cara yang bisa dipilih wisatawan untuk mencapai kawah Bromo yang jaraknya mencapai 2 kilometer dari parkiran jip.
Yang pertama, dengan berjalan kaki. Anda harus memiliki stamina yang kuat jika memilih opsi ini. Sebab, Anda akan melalui lautan pasir yang cukup luas. Meski demikian, Anda bisa berjalan santai sambil menikmati pemandangan di sekitar Gunung Bromo yang memang menakjubkan. Apalagi, di tengah jalan, Anda akan menemukan sebuah pura besar yang biasa dipakai suku asli Gunung Bromo untuk perayaan upacara Kasada.
Baca Juga: Laba mengembang dari bisnis wisata paralayang di Kabupaten Malang
Pura ini bernama Pura Luhur Poten. Sehari-hari, pura ini merupakan tempat ibadah Suku Tengger. Itu sebabnya, wisatawan tidak diperkenankan masuk dan hanya boleh melihat bagian luar pura.
Pilihan kedua, Anda bisa menyewa kuda. Kami memilih opsi ini karena memang jalannya cukup jauh. Tarifnya tidak terlalu mahal, sekitar Rp 150.000 per orang. Nilai ini sebanding dengan tenaga yang harus dikeluarkan joki kuda saat harus menuntun kuda mendaki ke arah titik pendakian kawah. Jangan khawatir, tarif ini berlaku untuk pergi-pulang.
Setibanya di titik awal pendakian, Anda akan melihat ratusan anak tangga terjal yang akan menuntun wisatawan sampai ke puncak kawah. Siapkan stamina, ya. Sebab, jumlahnya mencapai 250 anak tangga. Rasa lelah yang mendera saat mendaki langsung hilang dalam sekejap saat kami tiba di puncak kawah. Pendakian ini memakan waktu sekitar 15 menit.
Di lokasi ini, Anda bisa menyaksikan fenomena vulkanik aktif. Suara gemuruh dan asap yang keluar dari dasar kawah semakin menambah eksotisme pemandangan.
Ritual adat
Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN sempat berbincang dengan Mujianto, Kepala Desa Ngadas, Kabupaten Malang. Penghuni Desa Ngadas 100% merupakan suku Tengger. Mujianto menceritakan, ada satu ritual adat yang rutin dilakukan oleh suku Tengger di Kawah Bromo. Nama, Yadnya Kasada, diadakan setiap malam ke 14 bulan Kasada. Tahun 2019 ini, Yadnya Kasada jatuh pada pertengahan Juli 2019.
Dalam ritual ini, suku Tengger melemparkan sesaji ke dalam kawah Gunung Bromo. “Bentuk sesaji bisa berupa hasil bumi hingga hewan ternak. Tujuannya terhindar dari musibah dan diberi kemakmuran oleh leluhur,” jelas Mujianto.
Baca Juga: Mengintip bisnis homestay 'Desa di Atas Awan'
Di luar ritual itu, ada banyak mitos lainnya. Anang menceritakan, beredar mitos akar gaib yang menyelimuti kawah pasir di area Gunung Bromo. “Kabarnya, tidak sembarang orang dapat melihat akar tersebut,” jelas Anang.
Menurut Anang, konon, jika ada orang yang berniat tidak baik dan tidak menghormati penghuni Gunung Bromo, akar gaib tersebut bisa menyesatkan orang bersangkutan. “Makanya, selama di area Gunung Bromo, hendaknya para pengunjung menjaga omongan, hati, dan perilaku,” katanya dengan serius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News