Tembakau Lombok Jadi Pilar Ekonomi Daerah dengan Potensi dan Tantangan

Tembakau Lombok Jadi Pilar Ekonomi Daerah dengan Potensi dan Tantangan
Ilustrasi. Pekerja menjemur tembakau jenis Kasturi yang sudah diiris di Desa Kerongkong, Kecamatan Suralaga, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Luas lahan tembakau di Lombok Tengah mencapai 15.000 hektar pada 2024. Jika digabungkan dengan Lombok Timur, totalnya mencapai 30.000 hektar. Minggu, 22 Desember 2024 | 13:18 WIB

Reporter: Siti Masitoh

Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tembakau dari Lombok terus membuktikan kualitasnya sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.

Dengan luas lahan tanam yang semakin bertambah dan produktivitas stabil, tembakau ini berperan penting dalam mendukung sektor pertanian dan ekonomi daerah.

Kepala Bidang Dinas Pertanian Lombok Tengah, Zaenal Arifin, mengungkapkan bahwa luas lahan tembakau di Lombok Tengah mencapai 15.000 hektar pada tahun 2024. Jika digabungkan dengan Lombok Timur, totalnya mencapai 30.000 hektar. 

Dari lahan ini, Lombok Tengah menghasilkan sekitar 25.000 ton tembakau per tahun, termasuk jenis unggulan seperti tembakau Virginia dan 2.000 ton tembakau jenis Rakyat.

Baca Juga: Wujudkan Optimalisasi Ekosistem Kopi Nusantara di Kab. Temanggung

Zaenal menjelaskan bahwa kualitas menjadi keunggulan utama tembakau Lombok. Perusahaan besar seperti PT Djarum dan lainnya terus menjadikannya bahan baku utama.

Sebagian besar daerah penghasil tembakau di Lombok Tengah, seperti Kopang, Praya Timur, Praya Barat, Janapria, dan Pujut, memiliki sistem tanam yang terstruktur dengan baik. 

Penanaman dimulai dari April hingga September. Tembakau telah menjadi pilar ekonomi lokal dengan potensi keuntungan besar yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

"Banyak petani yang dapat menunaikan ibadah haji atau memenuhi kebutuhan besar lainnya berkat hasil dari tembakau," ujar Zaenal kepada Kontan belum lama ini.

Dukungan Pemerintah

Pemerintah turut mendukung sektor tembakau melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Tahun ini, DBHCHT sebesar Rp 19 miliar dialokasikan untuk meningkatkan kualitas bahan baku dan menyediakan pupuk non-subsidi. 

Selain itu, rencana pengoperasian Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Lombok Timur diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk tembakau.

Zaenal menekankan pentingnya peran perempuan dalam rantai produksi tembakau, mulai dari menanam hingga memanen. Proses panen yang berlangsung 5–6 kali dalam satu musim memberikan peluang kerja tambahan, terutama bagi ibu rumah tangga.

Baca Juga: Menakar Dampak Aturan Kemasan Rokok Bagi Petani Tembakau

Zaenal menggarisbawahi pentingnya pola kemitraan antara petani dan perusahaan. Saat ini, beberapa perusahaan besar, seperti PT Djarum, Alliance One International, dan PT Sadhana Arifnusa, bermitra dengan petani untuk menyerap hasil panen. 

Namun, banyak perusahaan lain yang membeli hasil panen tanpa menjalin kemitraan jangka panjang, sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengatur tata kelolanya.

Penetapan harga berdasarkan kualitas daun sering kali dianggap tidak transparan oleh petani. Harga tembakau bervariasi dari Rp 25.000 hingga Rp 75.000 per kilogram tergantung kualitas. 

Selain itu, regenerasi petani menjadi tantangan besar. Generasi muda kurang tertarik melanjutkan tradisi bertani tembakau, memilih sektor lain seperti pariwisata.

Baca Juga: Harga Barang Terasa Mahal Meski Inflasi Rendah

Zaenal menyampaikan kekhawatirannya, "Rata-rata usia petani tembakau kini di atas 50 tahun. Tanpa regenerasi, industri ini bisa terancam."

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Zaenal tetap optimis terhadap masa depan tembakau Lombok. 

Dukungan pemerintah dan perusahaan, ditambah kualitas yang tetap terjaga, diharapkan menjadikan tembakau Lombok terus menjadi primadona dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Tembakau