KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hujan rintik-rintik mulai turun membasahi ladang tembakau yang luas di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kini ladang tersebut hanya menyisakan batang-batang tembakau yang telah dipanen dan dibiarkan mengering, menjadi pertanda bahwa musim tanam tembakau telah berakhir.
Tanah Lombok yang subur, menjadi saksi para petani menggantungkan nasibnya pada hasil panen tembakau dengan harapan kehidupan yang lebih baik.
Namanya Shaminudin (61), sosok yang tak pernah membayangkan akan mengabdikan lebih dari separuh hidupnya pada tembakau. Sejak usia 11 tahun atau tepatnya pada 1974 silam, ayahnya dengan penuh semangat mengajarkan cara menanam, merawat, dan memanen tembakau.
Karena tuntutan ekonomi, Shaminudin kecil berusaha membantu orang tuanya ke ladang untuk menanam tembakau. Meski awalnya tak begitu tertarik, ia tak menyangka sudah menggeluti profesi sebagai petani tembakau hingga saat ini.
“Karena mungkin seperti peribahasa bilang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya kan gitu. Lama-lama cinta gitu. Memangnya awalnya saya benci tembakau, ketika masih kecil karena susah,” ungkap Dia.
Namun, karena menyadari bahwa hasil yang didapat dengan bertani tembakau menguntungkan, ia mulai mendedikasikan hidupnya dengan fokus menanam, mengeringkan hasil panen, hingga menjualnya, hingga saat ini.
Baca Juga: Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru Harga Jual Eceran Rokok 2025, Ini Rinciannya
Bagi Shaminudin bertani tembakau bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga tradisi dan warisan keluarga. Setiap daun tembakau yang tumbuh adalah hasil dari kerja keras, dan harapan untuk hidup lebih layak lagi secara finansial.
Bahkan, ia mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga sarjana. Berkat tembakau, Shaminudin juga bisa memberangkatkan orang tuanya haji, dan membantu biaya pendidikan saudara-saudaranya.
“Dulu susah makan setengah mati. Saya tidak terbayangkan saudara-saudara saya bisa berpendidikan, ada tiga yang jadi guru,” ungkapnya.
Di usianya yang tak lagi muda, Shaminudin memang sudah tak begitu aktif turun langsung ke ladang. Akan tetapi, semangatnya tetap berkobar, tak berhenti berbagi pengalaman tentang tembakau yang digelutinya selama ini.
Shaminudin yang juga sebagai Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, aktif menjadi pembicara di berbagai acara, seperti kampus.
Saat ini ia bekerja sama dengan banyak petani penekun, yang nantinya hasil panen tembakau tersebut dijual kepadanya untuk diproses pengeringan dalam oven.
“Setelah kering, setelah disortir, setelah dibal, saya bawa ke perusahaan, perusahaan mitra saya untuk dijual,” jelasnya.
Setidaknya, dari satu hektar menghasilkan dua ton tembakau kering. Harga jualnya bervariatif, tergantung kualitas produksi dan pengovenan.
Jenis tembakau yang ditanam dan paling banyak diminta perusahaan adalah tembakau Virginia. Ciri khas di Lombok tembakau dikeringkan dengan menggunakan oven besar berbentuk seperti rumah yang dibangun dengan batu bata.
Periode Maret dan April merupakan waktu yang pas untuk mulai menanam tembakau, dengan masa tanam tembakau yang dapat dipanen setelah berusia 90 hari. Masa panen tembakau berlangsung selama 40-50 hari, dengan 5-7 kali pemetikan.
“Harga tembakau, tergantung dari kelas dan kuantitas produksi per hektar. Ini kan produktif dari setiap tahun itu, tergantung dari cuaca,” jelasnya.
Bila saat periode tanam curah hujan tidak banyak, maka kualitas tembakau yang dipanen akan semakin bagus.
Baca Juga: Resmi! Harga Rokok Naik Mulai 2025, Cek Daftarnya, Kenali Bahaya Merokok Di Rumah
Berkah bagi masyarakat Lombok
Berkah bertani tembakau tak hanya dirasakan Shaminudin saja, tetapi juga bagi sebagian besar masyarakat Lombok, utamanya Lombok Timur dan Tengah yang wilayahnya paling banyak ditanami tembakau.
Dulu, masyarakat Lombok banyak yang mengalami busung lapar. Namun seiring bertambahnya waktu, luas tanah untuk digunakan menanam tembakau semakin bertambah, masyarakat Lombok mulai beralih untuk menanam tembakau, kini tembakau menjadi urat nadi perekonomian di Lombok, terutama di Lombok Timur dan Tengah.
Disamping itu, hubungan masyarakat dan masyarakat Lombok itu semakin kental. Setiap ada acara, seperti upacara perkawinan, ataupun khitanan, selalu dikaitkan dengan momen keberhasilan tembakau.
Ia menggambarkan, kala musim tanam tembakau tiba, buruh tani tembakau banyak dicari dan diperebutkan. Hal ini karena keterbatasan buruh tani yang tersedia. Tak jarang, para petani Lombok mencari jasa buruh tani dari wilayah lain untuk membantu menanam tembakau.
Shaminudin menyampaikan, setidaknya dibutuhkan 500 hingga 600 hari kerja per orang per hektar, dengan upah kisaran Rp 90 hingga Rp 100.000 per hari.
“Nah kalau kita kalikan per hektarnya yang mencapai ribuan, itu minimal Rp 800 miliar sampai Rp 1,3 triliun. Itu yang beredar di tingkat buruh tani yang efeknya kemana-mana,” hitungnya.
Perputaran uang tersebut, belum menghitung jumlah keuntungan yang didapatkan dari petani, sambungannya.
Keberhasilan ini tidak hanya dirasakan secara individu. Dampak sosial juga terlihat jelas, seperti hubungan masyarakat yang semakin erat. Terdapat banyak masjid megah dibangun dari sumbangan petani dan buruh tembakau.
“Masyarakat di sini, termasuk buruh tani, bergotong-royong membangun masjid. Saat musim tembakau, semua sektor ekonomi ikut bergerak,” tambahnya.
Baca Juga: Harga Eceran Rokok Naik, Wamenperin Berharap Industri Tembakau Bertahan
Perjalanan penuh tantangan
Namun, perjalanan sebagai petani tembakau tidak tanpa tantangan. Kenaikan cukai rokok yang signifikan sejak 2020 menjadi ancaman serius bagi industri ini.
Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 23%, sedangkan harga jual eceran (HJE) naik rata-rata sebesar 35%. Menurutnya ini merupakan kenaikan CHT yang tertinggi.
Shaminudin menyebut, kenaikan cukai yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi melemahkan daya beli masyarakat, sehingga mempengaruhi kesejahteraan petani.
“Tapi kami tetap bertahan karena percaya akan masa depan tembakau,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya regenerasi petani dan dukungan pemerintah. Anak muda harus dikenalkan pada pertanian sejak dini, sehingga terjadi regenerasi. Pemerintah juga perlu lebih memperhatikan petani swadaya, terutama dari segi teknologi dan pemasaran.
Kini dengan aktif sebagai pembicara, ia berharap generasi muda Lombok tetap mencintai pertanian, terutama tembakau, yang telah membawa berkah besar bagi banyak keluarga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News