KONTAN.CO.ID - POLEWALI MANDAR. Kenaikan harga pangan yang ugal-ugalan menjadi keseharian masyarakat. Pemerintah melalui Bulog, berupaya memberikan sembako murah, seperti melalui Rumah Pangan Kita (RPK) dari Bulog.
Margin tipis menjadi tantangan. "Tapi dari dulu saya sudah jualan murah," tegas Salmiah, pemilik toko kelontong grosiran, salah satu mitra RPK di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Saat ditemui Kontan Selasa (24/6), perempuan yang akrab disapa Bu Haji ini bercerita, ia telah menjadi pedagang sembako alias toko kelontong grosiran lebih dari dua dekade.
Awalnya ia dan suami membuka toko di pasar sentral Polewali Mandar. Sebelumnya akhirnya memutuskan berjualan di rumahnya sendiri di Campurejo, Kuningan, Polewali Mandar.
Salmiah telah satu dekade menjadi RPK Bulog. Saat itu, perwakilan Bulog datang langsung dan menawarkannya masuk dalam jaringan pasar murah. "Dulu cuma tiga orang yang jadi RPK, termasuk saya yang pertama di Polewali Mandar,” kenangnya.
Ia menyetok 80% barang dagangan seperti beras, minyak dan gula dari Bulog. Bulog langsung mengantarkan sembako ke tokonya. Toko Salmiah sederhana dan tak bertingkat. Tapi hampir tak pernah sepi dari pembeli.
Daster dan jilbab panjang menjadi "pakaian dinas" Salmiah melayani pembeli. Ia dibantu anak-anaknya. Tokonya buka kapan saja. Salmiah tak mau menolak rezeki yang datang.
Baca Juga: Upaya Menjaga Stabilitas Pasokan dan Harga Beras
Sama seperti saat awal merintis bisnis, sebagai mitra RPK ia mengaku cuma menjaring margin tipis, tapi cukup membuat roda usaha berputar. "Yang paling penting, warga sekitar tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk kebutuhan pokok," tegasnya.
Saat harga minyak goreng di pasar Rp 19.000 per liter, tokonya melego Rp 15.000. Untuk beras Bulog, ia hanya mengambil margin Rp 500 per kilogram (kg). Sementara beras premium 25 kg, harga dari Bulog sebesar Rp 368.000, kemudian ia jual kembali seharga Rp 372.000. "Untung paling Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per item. Yang penting muter," ujarnya.
Meski margin mungil, Salmiah mengaku tak pernah merasa rugi dengan strategi tersebut. Ia justru mendapat loyalitas pelanggan. Setiap hari, tokonya ramai didatangi warga dari kampung sekitar, bahkan luar desa. "Saya merasa senang bisa bantu orang. Banyak yang jualan kecil-kecilan beli di sini," katanya.
Sebulan, ia bisa mengambil 2–3 truk barang dari Bulog. Untuk beras, ia biasa menyetok 10 ton–20 ton perbulan. Cuma telepon Bulog, nanti diantar. Sistem distribusi langsung ini membuat lebih efisien dan cepat.
Dalam setahun, omzet tokonya bisa mencapai Rp 5 miliar. "Paling bersihnya Rp 10 juta per bulan," tuturnya. Pada tahun 2024 ia mendapat penghargaan Bulog sebagai mitra RPK dengan penjualan tertinggi di wilayahnya.
Meski sudah memiliki toko yang berjalan stabil, Salmiah masih punya banyak rencana. Tahun ini, ia ingin mulai menjual secara online.
Ia juga berencana pindah ke tempat lebih luas, membuka toko baru agar lebih banyak barang bisa ditampung dan pembeli lebih nyaman.
Namun ada satu hal yang ia harapkan dari Bulog, yakni kestabilan pasokan. Menurutnya, kadang barang cepat habis dan sulit didapat. "Kalau bisa, Bulog tambah kiriman. Sekarang sudah banyak yang jadi mitra, jadi stoknya cepat habis," ujarnya.
Selain dukungan pasokan, ia pernah mengikuti beberapa sesi pelatihan Bulog yang mengajarkan cara berjualan, pelayanan pelanggan, hingga pengelolaan stok.
Dalam pelatihan itu, ia juga berdiskusi dengan sesama mitra RPK. Mereka saling bertukar cerita soal strategi dagang, kendala stok, hingga cara menghadapi pelanggan yang rewel.
Baca Juga: Upaya Polewali Mandar Menjaga Status Sebagai Lumbung Padi
Menurut dia, yang membuat usahanya bertahan lama bukan hanya harga murah, tapi juga kepercayaan. Ia selalu menjaga kualitas barang, tidak pernah menimbun, dan selalu transparan soal harga. "Konsumen itu tahu, mana yang jujur mana yang enggak," katanya.
Kini, usahanya jadi salah satu rujukan warga sekitar. Ia juga sering membantu warga yang kesulitan, dengan sistem kasbon alias bayar tunda atau potong separuh dulu.
Dua puluh tahun berdagang bukan waktu sebentar. Bagi Salmiah, waktu itu tak terasa, menurut dia, ini bagian pengabdian membantu masyarakat.
Tak jauh dari rumah toko Salmiah, aroma roti panggang menguar tiap pagi dari dapur sederhana milik Ainaz. Laki-laki asal Sukabumi, Jawa Barat ini telah enam tahun menetap di wilayah Polewali Mandar. Roti ia jual keliling daerah sekitar Polman.
Kebutuhan bahan baku ia dapatkan dari toko RPK milik Salmiah Alasannya dekat dengan rumah dan harga terjangkau, dan fleksibilitas dalam bertransaksi. "Bisa ambil dulu, bayar setelah roti dijual," jelasnya.
Hampir tujuh tahun, Ainaz menjadi pelanggan setia toko Salmiah. Dalam suaranya tersirat harapan sederhana, rakyat membutuhkan harga sembako terjangkau, akses yang mudah, dan dukungan untuk pelaku usaha kecil seperti dirinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Terkait
Jelajah Ekonomi Pangan