KONTAN.CO.ID - LABUAN BAJO. Pemerintah mengumumkan Labuan Bajo menjadi destinasi pariwisata super prioritas kelas dunia. Lantas, pemerintah daerah setempat memiliki beberapa upaya dalam pengembangan pariwisata, salah satunya dengan kebijakan community based.
Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Manggarai Barat Agustinus Rinus memaparkan pemerintah daerah (pemda) kini memiliki kebijakan membangun pariwisata Labuan Bajo berbasis masyarakat (community based). Hal itu dicanangkan agar dapat mendorong pekerja lokal.
Salah satu cara Pemda adalah dengan menetapkan 55 desa wisata. Saat ini, pihak pemerintah setempat juga tengah mengupayakan pembentukan "kelompok sadar wisata" di setiap desa.
Agustinus menambahkan pihak pemda juga mendorong pengelolaan di tiap desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar rencana pembangunan pariwisata berbasis masyarakat bisa terwujud.
Baca Juga: Tahun 2020, pariwisata Labuan Bajo akan terapkan digitalisasi
Pemda juga mendorong pengembangan ekowisata terhadap 55 desa wisata tersebut. Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisataan yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat lokal.
Tujuannya adalah mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat.
"Potensi dari alam kami sangat besar. Sementara dari sosial budaya, kami akan mengonsepkan 55 desa wisata itu dengan tema tertentu," ujar Agustinus kepada Tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Labuan Bajo pada pekan lalu.
Maksudnya, 55 desa wisata itu akan menjadi desa tematik yang sesuai dengan potensi desa masing-masing. Sementara, dari 55 desa wisata yang menjadi pilot project berjumlah 8 desa.
Selain itu, pemda dan Disbudpar akan menerapkan konsep carrying capacity, yakni konsep yang mengukur tingkat penggunaan pengunjung terhadap terjaminnya keberlangsungan sebuah destinasi pariwisata.
Mengutip laporan yang ditulis peneliti senior Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riza V. Tjahjadi, konsep daya dukung digunakan untuk mengantisipasi dampak negatif pariwisata.
Baca Juga: Satria Mega Kencana (SOTS) akan bangun hotel bintang empat di Labuan Bajo
Daya dukung (carrying capacity) menggunakan beberapa pendekatan pengelolaan yang mana tingkat kunjungan, kegiatan, dan aktivitas wisatawan di suatu lokasi pariwisata dikelola dengan batas-batas yang disesuaikan dan dapat diterima wilayah masing-masing.
Agustinus menyatakan carrying capacity juga diterapkan untuk bisa menata destinasi wisata di luar daerah utama. Maksudnya, penerapan konsep tersebut ditujukan dalam rangka pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Program 55 desa wisata itu juga merupakan bagian dari penerapan konsep carrying capacity. Utamanya, hal itu ditujukan agar wisatawan tidak hanya fokus pada destinasi Taman Nasional Komodo (TNK) Pulau Komodo atau Pulau Rinca. Sehingga pemda menata wisata di luar TNK, seperti program 55 desa wisata itu.
Perihal anggaran pengembangan pariwisata, Pemda telah menyiapkan dana pengembangan pariwisata sebesar Rp 12 miliar pada tahun 2019, naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 10 miliar.
Dari anggaran Rp 12 miliar, sebanyak Rp 6,7 miliar sudah dipakai untuk alokasi dana pembangunan dan penataan destinasi desa tematik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News