KONTAN.CO.ID - LOMBOK. Tembakau menjadi nadi keberlangsungan usaha toko kelontong milik Yen yang berlokasi di pasar Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Yen sendiri mengaku baru mulai membuka toko kelontongnya sekitar 9 tahun yang lalu, tepatnya pada 2015. Awalnya, ia bekerja di sejumlah perusahaan. Namun lantaran ada hal yang kurang mengenakkan beberapa hal yang kurang mengenakkan, pria berusia 47 tahun itu memutuskan untuk bekerja sendiri.
"Saya sakit tidak ada tanggungan (jaminan kesehatan), sudah begitu harus tetap kerja. Kalau usaha sendiri, mau buka ya buka, kalau tidak tinggal tutup, risikonya tidak ada pemasukan saja," ceritanya kepada KONTAN.
Suka duka selama merintis toko kelontongnya pun dirasakannya sendiri. Awalnya untuk membuka usaha tersebut, Yen terpaksa harus berhutang.
"Namun dari sini cukup untuk memenuhi pendidikan anak, makan, hingga bayar utang," tuturnya.
Baca Juga: Tembakau Sebagai Emas Hijau Masyarakat Lombok Timur
Menariknya, ternyata selama ini produk yang paling diburu di toko milik Yen adalah produk rokok. Menurutnya tanpa berjualan rokok ataupun tembakau maka barang dagangannya yang lain tidak terjual.
Tak ayal, modal yang dibutuhkan fokusnya untuk membeli produk rokok. Biasanya ia merogoh kocek sekitar Rp 6 juta 0 Rp 10 juta.
Suka dan duka selama 9 tahun terakhir pun berhasil dijalaninya. Walau banyak diburu, rupanya sebagai pedagang kelontong, ia harus berhadapan dengan rokok ilegal. Tak jarang ia ditawari untuk memasarkan rokok ilegal di tokonya.
"Biasanya mereka yang bawa motor dengan tas pak pos," cetusnya.
Namun, ia selalu menolak. Walau harga rokok terus-menerus naik akibat kenaikan cukai sehingga masyarakat beralih ke rokok murah, baginya risikonya tidak sepadan. Jika tertangkap maka akan ada denda hingga ratusan juta. Belum lagi jika akhirnya harus berakhir di rumah tahanan.
"Lebih baik yang legal-legal saja, daripada nanti disegel, mau usaha apalagi," sebutnya.
Baca Juga: Lanjutkan Warisan Keluarga, Shaminudin Mengalap Berkah Dari Ladang Tembakau
Segendang sepenarian, keberadaan rokok ilegal ini juga turut meresahkan distributor rokok Apul Roliando. Pria yang sehari-hari memasok rokok di daerah Banten ini mengaku menghadapi tantangan baru ketika barang haram itu semakin diburu.
Apul bilang sepuluh tahun lalu, memasarkan produk rokok di toko kelontong cukup mudah, tetapi kini keadaannya sudah berbeda.
"Makin ke sini semakin berat karena harganya naik terus sehingga masyarakat pindah ke rokok yang lebih terjangkau harganya," ceritanya kepada Kontan, Jumat (20/12).
Apalagi, kata Apul, semenjak Covid-19 rokok ilegal semakin marak beredar di masyarakat. Bahkan, saat ia memasarkan produk rokoknya di daerah Serang, probabilitas toko kelontong yang tidak menjual rokok ilegal dengan yang menjual seimbang, yakni 50:50.
Menurut Apul, sejumlah toko kelontong yang berani menjajakan rokok ilegal karena keuntunggannya menggiurkan, sekitar 10%-20%. Sementara jika menjual rokok resmi, maksimal keuntungannya hanya 10%.
Sebetulnya aparat kerap melakukan operasi, hanya saja, tindakannya tidak tegas. Itu terbukti dengan masih maraknya peredaran rokok ilegal.
Oleh sebab itu, dia berharap meski cukai naik, tetapi peredaran rokok ilegal diberantas dengan tegas. Karena cukup memberikan pengaruh terhadap produk-produk resmi. "Untuk aturan yang lain kami ikut saja, tapi yang paling penting rokok ilegal itu diberantas," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News