KONTAN.CO.ID - SURABAYA. Berprofesi sebagai pelinting rokok telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Siti Djuariah. Perempuan 53 tahun ini menjalani profesinya sebagai pelinting di pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Surabaya, Jawa Timur selama 32 tahun.
Dari kerja kerasnya, Siti berhasil menyekolahkan dua anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Putra pertamanya yang bernama Angga telah lulus studi strata 1 (S1) dan sudah memiliki keluarga kecil. Sedangkan putri keduanya bernama Anggi kini duduk di semester empat perguruan tinggi di Surabaya.
Rasa bangga dan syukur itu tak henti-hentinya diucap oleh Siti. Siti mulai bekerja di pabrik SKT pada tahun 1993, ketika kedua buah hatinya masih kecil. Dari awal, ia tidak punya pikiran menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Ia justru dihantui rasa pesimistis karena kondisi ekonominya saat itu jauh dari mapan. Kiprahnya sebagai pelinting rokok berawal dari ajakan kakaknya. Ia disodori selembar kertas panggilan kerja dari sebuah pabrik SKT yang berlokasi tak jauh dari tempatnya bermukim. Siti yang seorang ibu rumah menyambut baik tawaran kakaknya itu.
"Waktu itu, hanya ada selembar kertas itu untuk panggilan kerja tanpa persyaratan. Saya langsung, paginya, menuju ke perusahaan rokok itu," katanya saat ditemui KONTAN di tempatnya bekerja, Selasa (7/1).
Tes masuk kerja tergolong sederhana. Penyeleksi hanya memastikan tangannya tidak hiperhidrosis atau tangan basah. Maklumlah, kondisi tangan pelinting harus selalu dalam keadaan kering. "Alhamdulillah, saya lolos. Lalu saya diterima di bagian pelinting," tambahnya.
Menjadi pelinting tidak semudah yang ia bayangkan. Di masa-masa awal menjadi pelinting, ia kesulitan beradaptasi. Maklumlah, tuntutan pekerjaan cukup tinggi, sementara keterampilannya belum mumpuni. Siti pun sempat menyerah dan membolos kerja dua minggu.
Namun, merasa harus membantu suami mencari tambahan nafkah, ia mencoba untuk bangkit kembali. “Untungnya perusahaan rokok masih bisa menerima saya," jelasnya.
Kesempatan kedua itu membuat semangatnya menyala. Akhirnya, ia menemukan ritme kerja yang sesuai dan menikmati pekerjaannya sebagai pelinting. Menguasai keahlian melinting tidak lantas membuat Siti cepat puas, ia kembali menantang dirinya untuk menjadi group leader.
"Saya punya tekad harus berprestasi dan sebisa mungkin prestasi saya naik," imbuhnya.
Berkat dukungan teman-teman sejawatnya dan juga pabrik tempatnya bekerja, Siti akhirnya berhasil meraih posisi tersebut. Namun di tengah rasa syukurnya ini, terbersit rasa sedih di hatinya karena sebentar lagi akan memasuki masa pensiun.
Satu hal yang pasti dirindukannya adalah bertemu dengan teman-teman pelinting dan group leader yang lain. Apalagi, lebih dari separuh waktu hidupnya memang sudah dihabiskan bersama para perempuan-perempuan SKT. Siti telah menyiapkan masa pensiunnya.
Sejak beberapa tahun silam, Siti telah merintis usaha warung kelontong. Untuk membesarkan usahanya, Siti bahkan mengikuti program pelatihan kewirausahaan toko kelontong yang diinisiasi oleh salah satu perusahaan tembakau terkemuka di Indonesia, yang membantu toko kelontongnya menjadi berkembang pesat.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing UMKM, khususnya toko-toko kelontong. Melalui kegiatan ini, ia mendapat banyak pendampingan terkait perdagangan. Mulai dari hal-hal kecil seperti penataan barang hingga kemudahan akses melalui digitalisasi.
Lantaran keikutsertaannya di program kewirausahaan itu cukup aktif, Siti akhirnya ditunjuk sebagai duta program kewirausahaan toko kelontong tersebut. Melalui keberhasilannya mengembangkan toko kelontong, banyak juga para pelinting dan group leader lain yang kini mengikuti jejaknya bergabung dalam program kewirausahaan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News