Pemberian Insentif Jadi Pendorong Percepatan Transisi ke Energi Terbarukan

Pemberian Insentif Jadi Pendorong Percepatan Transisi ke Energi Terbarukan
Teknisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tengah melakukan quality control di pabrik PT Sanghiang Perkasa (KALBE Nutritionals) Cikampek Jawa Barat, Jumat (8/7/2022). Pemberian Insentif Jadi Pendorong Percepatan Transisi ke Energi Terbarukan. Kamis, 04 Agustus 2022 | 21:07 WIB
Reporter: Noverius Laoli Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  Pengembangan industri hijau di Indonesia tergolong baru. Tantangan pendanaan, kesiapan teknologi dan kepastian regulasi masih menghantui pelaku industri. Butuh dorongan dan insentif dari pemerintah untuk mempercepat transisi ke energi hijau.

Pengembangan ekonomi hijau atau green economy tidaklah semudah membalikkan telapak pangan. Upaya pemerintah untuk mengurangi emisi sebanyak 29% pada 2030 dan net zero emission (emisi nol bersih) pada 2060 penuh tantangan.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan, kendala besar dalam pengembangan green economy adalah pendanaan dan teknologi.

"Untuk itu, pemberian insentif pajak dan tarif penting untuk mengakselerasi pemberdayaan energi baru dan terbarukan (EBT)," ujarnya pada KONTAN belum lama ini.

Arsjad menjabarkan, saat ini bunga bank komersil masih tinggi. Sementara industri masih harus banyak melakukan penelitian dan pengembangan teknologi untuk  industri hija. Selain itu, pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) industri hijau juga perlu ditingkatkan.

Baca Juga: Kadin Beberkan Sejumlah Tantangan dan Pendorong Pengembangan Industri Hijau

Ia mendorong adanya insentif bagi pengembangan industri hijau. Seperti peningkatan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau. Atau mendorong kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi energi menuju emisi nol bersih.

Arsjad juga mendorong terciptanya kerjasama yang intensif dengan berbagai negara, organisasi internasional dan lembaga pendanaan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya akses bantuan teknologi serta pendanaan.

Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Rahmad Pribadi menambahkan, pengembangan industri hijau di Indonesia termasuk baru. Kendala teknologi dan pendanaan masih jadi tantangan.

"Biayanya tinggi, barangkali juga industri atau teknologinya masih muda, itu risikonya besar," ujar Rahmad kepada KONTAN.

Menurutnya, salah satu investasi yang mahal adalah mendapatkan teknologi yang dapat mengubah bahan baku dari non renewable energy menjadi renewable energy. Karena itu, pendanaanya menjadi lebih sulit. Sementara industri juga semakin berhati-hati dalamberinvestasi.

Kepastian Hukum

Selain itu, kepastian hukum juga menjadi tantangan tersendiri."Saya rasa regulasi-regulasi ini perlu ditetapkan secara kongkrit dan bisa kita pantau roadmapnya ke mana," ucapnya.

Baca Juga: Kembangkan Bisnis EBT, Indika Energy (INDY) Beri Pinjaman ke Anak Usaha

Corporate Secretary PT Widodo Makmur Perkasa Tbk, Puti Retno, mengatakan, sejauh ini tantangan dalam pengembangan industri hijau adalah kesiapan investasi yang tidak sedikit. Ada juga proses panjang yang harus dipenuhi perusahaan dari regulator, tanpa menyebut secara eksplisit.

"Mengembangkan industri hijau itu membutuhkan proses," tegasnya.

Widowo Makmur optimistis dapat melakukan efisiensi sebesar 15%-20% dengan penggunaan energi hijau. Saat ini Widodo Makmur telah menggunakan solar panel di sebagian besar fasilitas produksinya.

Direktur ESG & Keberlanjutan Chandra Asri, Phuping Taweersarp, mengatakan tantangan menerapkan industri hijau ini adalah kematangan berbagai teknologi yang dapat menjadi energi alternatif. "Di mana saat ini masih tahap awal pengembangan, sehingga sulit secara akurat merencanakan perbaikan jauh di masa depan,"tuturnya.

Direktur Utama GTS Internasional (GTSI) Tammy Meidharma mengatakan pihaknya mendukung pemerintah menjalankan transisi energi ke energi terbarukan dengan menyediakan kapl pengangkut LNG bersakal besar, sedang dan kecil untuk menjangkau pelosok tanah air.

Baca Juga: Bauran EBT dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Sumbar Capai 52%

"GTSI berpengalaman selama 30 tahun dalam pengangkutan LNG dan infrstruktur regasifikasi sebagaialat mengkonversi LNG cair menjadi gas yang kemudian dapat dipkai sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik," tandasnya.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengakui adanya tantangan pengembangan industri hijau. Ia bilang untuk mendorong industri beralih ke industri hijau pemerintah tengah menyusun standar industri hijau dengan EBT menjadi salah satu parameter penilaian.

"Ada juga sertifikasi industri hijau yang dibayar pemerintah serta penyusunan insentif fiskal dan non fiskal lainnya," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tag
Berita Terkait Jelajah Ekonomi Hijau Kontan
Kamis, 19 September 2024 | 18:46 WIB JELAJAH EKONOMI KONTAN
Kamis, 19 September 2024 | 18:44 WIB JELAJAH EKONOMI KONTAN
Kamis, 19 September 2024 | 17:29 WIB WISATA SULTRA
Selasa, 17 September 2024 | 19:22 WIB JELAJAH EKONOMI KONTAN
Selasa, 17 September 2024 | 19:19 WIB JELAJAH EKONOMI KONTAN
Selasa, 17 September 2024 | 18:04 WIB JELAJAH EKONOMI KONTAN
Didukung oleh:
Barito Pacifik
GSI International Tbk
Bank Bukopin
Pertamina
Widodo Makmur Perkasa
pupukkaltim
Bank Mandiri
PLN
BNI
Telkom
BRI
Bank Mandiri
Blue Bird
INPP
Tokio Marine
Hotel Santika
Canon