KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam tiga tahun ke depan, pemerintah mengejar pencapaian bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23%. Namun implementasi energi hijau tidak mudah karena sejumlah tantangan besar masih mengganjal.
Dalam wawancara dengan KONTAN, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan empat tantangan terbesar sejauh ini masih mempengaruhi pencapaian target EBT di sektor industri. Termasuk, solusi yang diupayakan untuk menjawab permasalahan tersebut.
Pertama, saat ini biaya investasi teknologi ramah lingkungan masih sangat mahal. Upaya Kementerian Perindustrian (Kemperin) yakni mendorong industri domestik untuk mengembangkan peralatan yang digunakan dalam pemanfaatan EBT.
Baca Juga: Upaya Pupuk Kaltim Tingkatkan Produktivitas Nelayan Lokal Lewat Keramba Jaring Apung
Kedua, biaya investasi EBT sangat tinggi dengan return on investment (ROI) sangat lama. Dalam usaha mengatasi tantangan ini, Kemperin berkoordinasi dengan seluruh pemangku terkait penyediaan infrastruktur EBT.
Ketiga, ketersediaan peralatan EBT yang berkualitas tinggi masih kurang. Demi mengatasi tantangan tersebut, Kemperin bertekad memberikan insentif atau keringanan bagi industri yang telah memanfaatkan EBT.
Keempat, infrastruktur EBT untuk industri manufaktur masih minim dan jarang. Menurut Kemperin, harmonisasi kebijakan EBT menjadi jalan keluar atas permasalahan tersebut.
Baca Juga: Tekan Emisi Karbon, Pupuk Kaltim Gunakan Motor Listrik untuk Aktivitas di Perusahaan
Untuk mengejar target bauran energi, Kemperin bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan dan Dewan Energi Nasional (den) selalu berkoordinasi. Secara rutin, Kemperin menyampaikan program kerja dan capaian bauran energi kepada DEN melalui aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Pelaksanaan Matriks RUEN (Si-SANTER).
Selain itu, Kemperin dan Kementerian ESDM berkomitmen mendukung pencapaian net zero emission (NZE) sektor energi pada tahun 2060. "Saat ini kami juga sedang membentuk pokja dengan Kementerian ESDM untuk mempercepat transisi energi hijau yang rendah karbon bagi sektor industri, harmonisasi kebijakan pemanfaatan EBT termasuk PLTS atap di industri, relaksasi harga gas bumi tertentu (HGBT) dan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor PLT EBT," kata Agus, Senin (25/7).
Sambil jalan, Kemperin mendorong pelaku industri agar segera memulai dan mengalihkan konsumsi energi ke energi hijau. Beberapa dorongan antara lain lewat penyusunan standar industri hijau dengan EBT menjadi salah satu parameter penilaian, sertifikasi industri hijau yang dibayar oleh pemerintah serta penyusunan insentif fiskal dan non-fiskal lain.
Baca Juga: Melongok Geliat Industri Hijau Tanah Air
Ada pula penerbitan pedoman teknis konservasi energi untuk sub sektor industri intensif energi dan pedoman spesifikasi teknis refuse derived fuel (RDF) untuk industri semen. Lalu, pelatihan serta pendampingan manajemen efisiensi energi, EBT dan penurunan gas rumah kaca (GRK).
Dalam mendukung pencapaian target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025, Kemperin telah menyusun beberapa strategi kontribusi sektor industri yang meliputi pengembangan industri nasional pendukung pembangkit listrik EBT. Cakupannya termasuk PLTS dan komponen terutama baterai.
Kemperin juga mengembangkan industri pendukung dan pemanfaatan bahan bakar nabati berupa B30, B100, green-gasoline, green-diesel atau D100 dan bioavtur. Selain itu, industri disokong untuk bergabung dalam insiatif global RE100. "Kami juga merevisi peraturan dan perundang-undangan untuk mendukung pengembangan EBT dan pemanfaatan EBT di sektor industri pengolahan," kata Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News