Jawa Tengah Jadi Sentra Industri Hasil Tembakau (IHT) Nasional, Ini Buktinya

Jawa Tengah Jadi Sentra Industri Hasil Tembakau (IHT) Nasional, Ini Buktinya
Ilustrasi. Wiwik Kusaini, buruh pelinting rokok di pabrik milik Bentoel di Semarang, Jawa Tengah, (19/12/2024). Jawa Tengah telah diakui sebagai salah satu sentra industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah perusahaan pabrik rokok, tenaga kerja, hingga petani tembakau yang ada di wilayah tersebut. KONTAN/Hendra Suhara Jumat, 03 Januari 2025 | 19:09 WIB

Reporter: Dimas Andi

Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jawa Tengah telah diakui sebagai salah satu sentra industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah perusahaan pabrik rokok, tenaga kerja, hingga petani tembakau yang ada di wilayah tersebut.

Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah, terdapat 503 unit usaha pada bidang IHT yang tersebar di 33 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kabupaten Kudus menjadi pusat beroperasinya pabrik rokok lantaran adanya 161 perusahaan IHT di sana, kemudian diikuti oleh Kabupaten Jepara yang memiliki 118 perusahaan bidang IHT.

Disperindag Pemprov Jawa Tengah juga menyebut, jumlah tenaga kerja sektor IHT cukup fluktuaktif dalam 5 tahun terakhir. Pada 2020 silam, tenaga kerja sektor IHT di Jawa Tengah tercatat sebanyak 62.756 orang. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 76.623 orang pada 2021 dan kembali naik menjadi 86.090 orang pada 2022.

Jumlah tenaga kerja sektor IHT di Jawa Tengah lagi-lagi naik menjadi 95.476 orang pada 2023. Namun, memasuki 2024, jumlah tenaga kerja di sektor ini turun menjadi 92.240 orang.

Baca Juga: Industri Hasil Tembakau Dihantam Tekanan Bertubi-Tubi, Nasib Pekerja Terancam

Jawa Tengah juga memiliki 131.340 orang petani tembakau yang tercatat pada 2024. Jumlah petani tembakau terbanyak ada di Kabupaten Temanggung yakni sebanyak 43.112 orang, setelah itu ada Kabupaten Boyolali dengan jumlah petani tembakau sebanyak 15.098 orang.

Plt. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Sakina Rosellarasi menyampaikan, tren penyerapan tenaga kerja sektor IHT terutama untuk buruh linting cenderung positif. Sebab, ada banyak perusahaan rokok baru yang melakukan perekrutan karyawan baru untu bagian pelintingan.

"Jika produksi rokok meningkat, seharusnya ini juga berdampak baik untuk penyerapan tembakau dari sisi petani, dan peningkatan penjualan dari isi pedagang rokok," kata Sakina, Jumat (3/1).

Dengan kata lain, sektor IHT terbukti mampu memberikan efek berganda (multiplier effect) yang signifikan bagi Jawa Tengah, baik dari hulu hingga hilir. IHT juga menjadi salah satu sektor industri paling berpengaruh di Jawa Tengah. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal III-2024 sektor IHT menempati peringkat ke-2 dalam komposisi industri manufaktur Jawa Tengah, yakni sebesar 15,78%. Posisi IHT ada di bawah industri makanan-minuman yang berkontribusi 42,77% dari total komposisi industri manufaktur di provinsi tersebut.

Adapun industri manufaktur sendiri berkontribusi sebesar 31,84% dari total Produk Domestik Regional Domestik (PDRB) Jawa Tengah pada kuartal III-2024.

Tak hanya itu, sektor IHT juga berkontribusi besar terhadap pendapatan Jawa Tengah, terutama berupa pajak dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 1 Tahun 2024 tentang Alokasi dan Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) bagian Pemprov Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2024, DBHCHT untuk daerah penghasil cukai, penghasil tembakau, dan/atau daerah lainnya mendapat 3% dar penerimaan CHT dalam negeri.

Untuk 2024, total DBHCHT Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah mencapai Rp 1,09 triliun. Dari situ, sebanyak 0,8% dana tersebut dialokasikan untuk pemerintah provinsi, 1,2% untuk Kabupaten kota penghasil, dan 1% untuk kabupaten/kota lainnya. 

Alokasi DBHCHT yang diterima setiap tahun biasanya dianggarkan dalam APBD masing-masing daerah. Khusus di Jawa Tengah, alokasi DBHCHT provinsi tersebut pada 2024 tercatat sebanyak Rp 260,67 miliar.

Baca Juga: Buka Lapangan Kerja, Kemenperin Beberkan Upaya Pertahankan Industri Hasil Tembakau

Terlepas dari itu, Disperindag Provinsi Jawa Tengah mengakui tantangan yang dialami para pelaku usaha IHT cukup berat. Di antaranya adalah peredaran rokok ilegal, pembatasan ruang gerak industri rokok, kualitas bahan baku, hingga pengawasan dan pembinaan IHT di level kabupaten/kota.

Oleh karena itu, DBHCHT akan digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan sektor IHT, pembinaan lingkungan sosial, serta pemberantasan barang kena cukai ilegal. Disperindag Jawa Tengah pun turut melakukan pembinaan seperti registrasi dan sertifikasi mesin pelintingan sebagai upaya pemberantasan rokok ilegal.

"Kami juga melakukan pelatihan peningkatan kapabilitas karyawan IHT dan sosialisasi pemberantasan cukai ilegal," kata Sakina.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

Jelajah Ekonomi Tembakau